Sukses

Dampak Jika Amerika Serikat Gagal Bayar Utang terhadap Keuangan Global

Amerika Serikat berpotensi gagal bayar utang pada Juni 2023. Jika Amerika Serikat gagal bayar utang, pengamat menilai akan berdampak terhadap krisis keuangan global.

Liputan6.com, Jakarta - Potensi gagal bayar utang Amerika Serikat (AS) pada awal Juni 2023 diprediksi tidak hanya merusak sistem kredit dan keuangan AS tetapi juga terhadap stabilitas keuangan global.

Selain itu, menurut pengamat, potensi gagal bayar utang AS juga dapat mendorong lebih banyak investor global untuk mengalihkan aset ke negara lain, demikian dikutip dari Global Times, ditulis Sabtu (6/5/2023).

Pada Senin, 1 Mei 2023, kepada Kongres, Menteri Keuangan AS Janet Yellen menuturkan, AS dapat gagal bayar utang pada 1 Juni, jika legislator tidak menaikkan atau menangguhkan batas pinjaman negara dan mencegah apa yang berpotensi menjadi krisis keuangan global, demikian laporan AP.

Dalam sepucuk surat kepada pemimpin DPR dan Senat, Yellen meminta pemimpin kongres untuk melindungi kepercayaan penuh dengan bertindak sesegera mungkin menangani batas utang USD 31,4 triliun pada otoritas.

Pakar China mengatakan, gagal bayar utang AS menjadi tindakan yang sangat tidak bertanggung jawab karena dampaknya terhadap stabilitas keuangan global.

Skala defisit Amerika Serikat sudah mencapai batas atas pada awal tahun ini, dan penghindaran risiko oleh investor meningkat seperti yang ditunjukkan dari lonjakan aset safe haven seperti emas.

Meski tidak jelas kapan atau bagaimana gagal bayar utang dapat terjadi, ini berfungsi sebagai pengingat akumulasi risiko sistem keuangan AS sebagai akbat dari kebijakan moneter AS yang sembrono.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pengamat Prediksi Kongres Setujui Batas Utang AS

Ini akan memacu yuan menjadi mata uang global, di antara investor global, menurut ahli. Direktur the Finance and Securities Institute of the Wuhan University of Science and Technology, Dong Dengxin menuturkan, dengan meningkatnya tren de-dolarisasi di dunia banyak negara melakukan lindung nilai terhadap risiko kemungkinan gagal bayar AS melalui mekanisme penyelesaian pembayaran lintas dan diversifikasi aset cadangan.

Sementara itu, Direktur Capital Market Research Institute Renmin University of China, Zhao Xijun menilai, ekonomi utama termasuk China telah bergerak untuk memangkas atas kepemilikan obligasi pemerintah Amerika Serikat. Sedangkan yang lain memakai keragaman mata uang untuk penyelesaian perdagangan.

Adapun China memegang USD 859,4 miliar utang pemerintah Amerika Serikat. Utang ini turun USD 7,7 miliar sejak Desember, penurunan dalam enam bulan berturut-turut.

Pengamat menuturkan, jika pemerintah AS gagal membayar utangnya, pinjaman negara akan hadapi pukulan berat dan investor akan melepas lebih banyak utang AS sehingga membebani sistem keuangan negara.

“Mengingat konteksi ini, kemungkinan Kongres AS akan setujui batas utang lebih tinggi yang memungkinkan pemerintah meminjam lebih banyak untuk membayar utang,” ujar Dong.

Akan tetapi, hegemoni dolar AS sudah mulai runtuh di tengah pergeseran ekonomi berkembang ke mata uang lain untuk penyelesaian guna menangkis risiko kebijakan moneter AS.

Ganggu Kepercayaan Investor

Sementara itu, Head of US Macro BNY Mellon Investment Management, Sonia Meskin dalam tulisannya di Marketwatch menyebutkan,dampak gagal bayar utang terhadap obligasi pemerintah AS rendah. Akan tetapi, konsekuensi dari hal itu akan tinggi. Konsumsi lebih sedikit dan investasi serta guncangan keuangan yang lebih besar akan merusak pertumbuhan Amerika Serikat dan global serta kepercayaan investor.

“Jika Departemen Keuangan gagal bayar atas sebagian utangnya, fungsi pasar keuangan akan lebih terganggu dari pada yang terjadi pada Maret 2020. Pada saat itu, ancaman penutupan ekonomi AS memberikan tekanan berat pada pasar keuangan,” tulis dia.

Ia menambahkan, jika terjadi gagal bayar, lembaga pemeringkat akan menurunkan peringkat utang pemerintah AS serta utang entitas yang menikmati dukungan eksplisit dan implisit dari pemerintah AS. Ini akan mencakup lembaga seperti organisasi perbankan dan badan usaha yang disponsori pemerintah.”Korpirasi dan entitas swasta lainnya yang menjaminkan pinjaman dengan treasury mungkin terpaksa mencari alternatif yang akan menaikkan biaya pinjaman secara keseluruhan.

Selain itu, pasar uang, sumber pembiayaan yang substansial untuk lembaga keuangan dan swasta lainnya dapat direbut karena investor keluar dari pasar uang yang hanya menyimpan sekuritisasi pemerintah AS. “Dalam jangka panjang, potensi pengurangan kepemilikan asing atas treasury akan membebani dolar AS,” ujar dia.

 

3 dari 4 halaman

Janet Yellen: Utang AS di Ambang Batas Bahaya, Capai Rp 474,7 Kuadriliun

Sebelumnya, Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen mengenai risiko jika pagu utang negaranya tidak segera dinaikkan oleh Kongres. 

Seperti diketahui, utang AS telah mencapai ambang batanya sebesar USD 31,4 triliun atau setara Rp. 474,7 kuadriliun (asumsi kurs Rp. 15.700 per dolar AS) pada 19 Januari 2023.

Melansir Channel News Asia, Jumat (28/4/2023) Yellen memperingatkan bahwa jika Kongres tidak menaikkan pagu utang pemerintah, dan dampak yang dihasilkan dapat memicu "malapetaka ekonomi" yang akan membuat suku bunga lebih tinggi untuk tahun-tahun mendatang.

Yellen menjelaskan, default utang AS akan mengakibatkan hilangnya pekerjaan, mendorong lonjakan biaya hipotek, pinjaman mobil, dan hingga kartu kredit .

"Merupakan tanggung jawab dasar Kongres untuk meningkatkan atau menangguhkan batas pinjaman USD 31,4 triliun," jelasnya, memperingatkan bahwa default akan mengancam kemajuan ekonomi yang telah dibuat Amerika Serikat sejak pandemi COVID-19.

"Kegagalan utang kami akan menghasilkan bencana ekonomi dan keuangan," ujar Yellen kepada anggota Sacramento Metropolitan Chamber of Commerce.

"Gagal bayar akan menaikkan biaya pinjaman selamanya. Investasi masa depan akan menjadi jauh lebih mahal," dia menambahkan.

 

 

 

4 dari 4 halaman

Ancaman Sektor Bisnis

Jika plafon utang tidak dinaikkan, Yellen mengatakan, bisnis di AS akan menghadapi pasar kredit yang memburuk, dan pemerintah kemungkinan tidak akan dapat mengeluarkan pembayaran kepada keluarga militer dan Jaminan Sosial.

"Kongres harus memilih untuk menaikkan atau menangguhkan batas utang. Itu harus dilakukan tanpa syarat. Dan seharusnya tidak menunggu sampai menit terakhir," tandas Janet Yellen.

Tidak seperti kebanyakan negara maju lainnya, AS membatasi jumlah utang. Ketika pemerintah negara itu membelanjakan lebih dari yang dibutuhkan, pembuat undang-undang perlu menaikkan plafon utang secara berkala.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini