Sukses

Nelayan Protes PNBP Pascaproduksi, Menteri Trenggono Kasih Solusi

Sejumlah nelayan memandang kalau besaran PNBP pascaproduksi yang ditetapkan saat ini masih perlu ditinjau ulang.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menerima audiensi sejumlah nelayan di kantornya. Salah satunya membahas mengenai besaran setoran Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) pascaproduksi yang harus dikeluarkan nelayan.

Sejumlah nelayan memandang kalau besaran PNBP pascaproduksi yang ditetapkan saat ini masih perlu ditinjau ulang. Menteri Sakti Wahyu Trenggono pun memberikan sejumlah jalan keluar.

"Silakan disampaikan baiknya berapa (persen) indeksnya. Kita mencari solusi karena penetapan ini mempertimbangkan berbagai sisi dari sisi pelaku usaha, nelayan dan penerimaan negara bukan pajak," ungkapnya, mengutip keterangan resmi, Senin (16/1/2023).

Pengaturan PNBP Pungutan Hasil Perikanan Pascaproduksi tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Penetapan PNBP Pascaproduksi untuk memberikan rasa keadilan karena pungutan hasil perikanan (PHP) tidak lagi dibayarkan berdasarkan perhitungan produktivitas kapal perikanan sebelum melakukan operasional penangkapan ikan. Melainkan dibayar berdasarkan penghitungan volume produksi ikan riil setelah pelaku usaha melakukan usaha penangkapan ikan.

Penarikan PNBP Pascaproduksi menggunakan perhitungan indeks tarif (%) dikalikan nilai produksi ikan pada saat didaratkan (Rp). Untuk kapal penangkap berukuran sampai dengan 60 GT, indeksnya sebesar 5 persen, sedangkan kapal penangkap berukuran di atas 60 GT sebesar 10 persen.

Indeks tarif 10 persen tersebut dinilai nelayan perlu untuk dilakukan penyesuaian. Menindaklanjuti usulan tersebut, KKP mengajukan revisi PP Nomor 85 tahun 2021 yang prosesnya melibatkan kementerian/lembaga terkait sehingga membutuhkan waktu pembahasan sampai dengan diundangkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Solusi

Menteri Trenggono menyampaikan, solusi selain revisi adalah adanya Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penetapan Nilai Produksi Ikan pada saat didaratkan. Dimana Nilai Produksi Ikan pada saat didaratkan dihitung berdasarkan formula berat ikan hasil tangkapan dikali Harga Acuan Ikan (HAI). HAI ditetapkan dengan mengakomodasi hitungan biaya operasional/ harga pokok produksi (HPP).

KKP juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengenaan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan yang Berasal dari Pemanfaatan Sumber Daya Alam Perikanan

"Saya harap dari diskusi ini bisa segera diputuskan besarannya berapa yang disepakati sehingga aturan ini bisa segera kita laksanakan. Karena tujuan penerimaan negara ini sebenarnya dikembalikan lagi untuk percepatan pembangunan dan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat," pungkas Menteri Trenggono.

Sementara itu, Dirjen Perikanan Tangkap Muhammad Zaini menambahkan pihaknya juga sudah turun langsung ke lapangan untuk bertemu dengan pelaku usaha perikanan maupun nelayan terkait besaran indeks tarif PNBP Pascaproduksi. Sejumlah wilayah yang dikunjungi di antaranya Pati, Batang, Pekalongan, Tegal, Indramayu, Cirebon, dan Rembang.

 

3 dari 4 halaman

KKP Setor Rp 1,79 Triliun PNBP

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyebut capaian ciamik dari sektor perikanan dan kelautan. Angka penerimaan bukan pajak (PNBP) sektor ini telah mencapai Rp 1,79 triliun di 2022.

"Kami mencoba dengan kondisi yang ada, dan melakukan yang terbaik. Tahun ini PNBP perikanan meningkat mencapai Rp1,79 triliun," ungkap Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam Bincang Bahari Edisi Spesial di Kantor Pusat KKP, mengutip keterangan resmi, Selasa (27/12/2022).

Menteri Trenggono merinci, perolehan PNBP sementara sebesar Rp1,79 triliun berasal dari sumber daya alam (SDA) perikanan sebanyak Rp1,1 triliun, non-SDA Rp611,8 miliar, serta BLU Rp44,3 miliar. Perolehan ini mencetak sejarah sebagai PNBP terbesar KKP sejak berdiri tahun 1999.

Sedangkan volume produksi perikanan sampai triwulan III tahun 2022 mencapai 18,45 juta ton yang terdiri dari hasil tangkapan sebanyak 5,97 juta ton, hasil perikanan budidaya 5,57 ton, dan rumput laut sebanyak 6,9 juta ton.

"Tahun ini kampung-kampung budidaya juga sudah berjalan di beberapa daerah, seperti kampung budidaya patin, rumput laut. Ke depan kami ingin membuat kawasan budidaya berbasis kawasan yang modern untuk komoditas udang," tambahnya.

 

4 dari 4 halaman

Program Ekonomi Biru

KKP mengusung lima program ekonomi biru dalam mengelola sektor kelautan dan perikanan di Indonesia. Program yang mencakup hulu hingga hilir tersebut berupa perluasan kawasan konservasi, penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota, pengembangan budidaya berkelanjutan, pengelolaan berkelanjutan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta penanganan sampah laut melalui program Bulan Cinta Laut (BCL).

Trenggono menambahkan, program ekonomi biru belum seluruhnya berjalan di sepanjang tahun 2022. Untuk itu, pihaknya mengupayakan seluruh program dapat diimplementasikan di tahun depan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyrakat dan nasional, serta menjaga kelestarian ekosistem kelautan dan perikanan.

"Membuat sebuah kebijakan dan menerapkannya karena menyangkut kepentingan masyarakat Indonesia yang begitu luas, tidaklah mudah. Yang kita sampaikan dan belum terimplementasi itu bagian dari sosialisasi, kita masih terus menyiapkan proses di balik itu sebagai payung hukum yang clear dan jelas. Pada intinya kami mengelola sektor kelautan dan perikanan adalah untuk kesejahteraan masyarakat," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.