Sukses

Hadapi Resesi Global, Industri Tembakau Harap Cukai 2023 Tak Jadi Beban

Beberapa lembaga internasional memprediksi dunia akan mengalami resesi global pada 2023.

Liputan6.com, Jakarta Beberapa lembaga internasional memprediksi dunia akan mengalami resesi global pada 2023. Kondisi ekonomi yang rentan ini membuat berbagai negara, termasuk Indonesia, melakukan berbagai langkah mitigasi untuk menghindari kondisi tersebut.

Ekosistem pertembakauan sebagai salah satu lingkup industri andalan yang berkontribusi terhadap penerimaan negara, tak bisa disangkal memiliki peran signifikan sebagai salah satu unit penyangga perekonomian.

Kinerja cukai hasil tembakau (CHT) pada semester I 2022 mencapai Rp118 triliun dan CHT sendiri secara historis menyumbang sekitar 95 persen dari total pendapatan cukai.

Bahkan untuk tahun depan, pemerintah menargetkan pendapatan cukai sebesar Rp 245,45 triliun. Target tersebut naik 11,6 persen dibandingkan yang ditetapkan dalam Perpres 98/2022.

Melihat sumbangsih dan target penerimaan negara yang dibebankan kepada komoditas tembakau, Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menilai bahwa ekosistem pertembakauan semestinya mendapat perlindungan dan keberpihakan pemerintah. Saat ini kelangsungan IHT terancam lewat berbagai regulasi pertembakauan yang tidak berimbang dan eksesif.

Sekjen AMTI Hananto Wibisono menekankan bahwa ada lebih dari 6 juta masyarakat yang menggantungkan hajat hidupnya secara langsung pada kelangsungan ekosistem pertembakauan di Indonesia.

"Maka, ketika dihadapkan pada berbagai proyeksi kondisi global, ekosistem pertembakauan seharusnya mendapatkan perlindungan bahkan didorong, diberi kesempatan untuk tumbuh. Pemerintah seharusnya bisa dan punya andil untuk menjadikan ekosistem pertembakauan nasional sebagai segmen industri padat karya yang lebih maju, memiliki nilai tambah, berdaya saing global dan menjangkau SDM yang lebih banyak," kata Hananto, Senin (24/10/2022) di Jakarta.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Gelombang PHK

Dalam konteksi tenaga kerja, Hananto mencontohkan, ketika gelombang PHK mulai dirasakan sejak pandemi hingga awal 2022, ekosistem pertembakauan melalui segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) justru tetap menyerap tenaga kerja dalam dua tahun terakhir.'

Nilai lebihnya, tenaga kerja baru 95 persen adalah perempuan atau ibu-ibu yang mengambil peran sebagai tulang punggung keluarga.

"Perlu disadari bahwa ancaman resesi tidak hanya berkaitan dengan kontraksi pertumbuhan ekonomi namun juga berkurangnya lapangan pekerjaan. Realitanya, elemen ekosistem pertembakauan yakni segmen SKT justru masih mampu berkontribusi menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu, kami berharap pemerintah dapat menunjukkan komitmen keberpihakannya. Salah satunya dengan memberikan perlindungan pada SKT sebagai elemen penting ekosistem pertembakauan," Hananto menjelaskan.

Di antaranya dengan menunda kebijakan CHT sebagai stimulus terhadap ekosistem pertembakauan termasuk kepada segmen SKT.

Di sisi lain, kenaikan harga kebutuhan pokok dan daya beli masyarakat yang belum pulih sepenuhnya, lanjut Hananto, bisa menjadi parameter perekonomian bagi pemerintah untuk untuk tidak menaikkan CHT 2023 demi melindungi 6 juta tenaga kerja pada elemen mata rantai ekosistem pertembakauan.

"Mulai dari petani yang saat ini menghadapi tantangan kondisi cuaca hingga harga pupuk, membuat panen tidak maksimal. Pekerja yang dihantui oleh bayang-bayang pengurangan tenaga kerja, pabrikan dan industri yang sedang sekuat tenaga menjaga kestabilan operasional, pedagang UMKM dan retailer kecil yang sedang bangkit hingga konsumen yang berupaya memulihkan daya beli akan merasakan dampak secara langsung dan menyeluruh akibat naiknya tarif CHT. Jangan sampai kebijakan CHT di tengah kondisi inflasi dan ancaman resesi justru mematikan seluruh penghidupan di ekosistem pertembakauan," tegas Hananto.

 

3 dari 4 halaman

Dunia Dilanda Resesi, Jokowi Pede Pertumbuhan Ekonomi RI Tetap Melesat

Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus menyatakan optimismenya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, meskipun situasi global kini hingga tahun depan bakal dilanda kegelapan.

"Jadi kita semuanya harus tetap optimis, meskipun lembaga internasional menyatakan tahun ini sulit, tahun depan akan gelap," ujar Jokowi saat membuat Trade Expo Indonesia (TEI) 2022 di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (19/10/2022).

"Silakan negara-negara lain, negara kita harus tetap optimis, tapi tetap harus waspada, harus hati-hati. Karena badainya sulit dihitung, sulit dikalkulasi imbasnya seperti apa," kata Jokowi seraya mewanti-wanti.

Jokowi mengatakan, Indonesia patut bersyukur lantaran di tengah situasi krisis dan resesi yang banyak melanda negara dunia, ekonomi RI masih bisa tumbuh 5,44 persen di kuartal II 2022.

"Ini wajib kita syukuri, karena kita masuk negara yang memiliki growth/pertumbuhan ekonomi paling tinggi di antara negara-negara G20 maupun negara lainnya," sebut dia.

Juga, ia menambahkan, inflasi pada Agustus 2022 pun masih terkendali di angka 4,6 persen. Tapi karena adanya kenaikan BBM, tingkat inflasi naik menjadi 5,9 persen, namun Jokowi mengklaim masih bisa mengendalikannya.

"Ketiga, sudah 29 bulan kita terus surplus neraca perdagangan. Dari Januari-September 2022, surplus kita mencapai USD 39,8 miliar. Ini jumlah yang tidak sedikit," pungkas Jokowi.

4 dari 4 halaman

IMF Puji Ekonomi Indonesia, Pemerintah Jangan Jumawa

International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional menilai ekonomi Indonesia masih dalam keadaan cukup baik, di tengah ancaman resesi global.

Namun, Ekonom Indef Nailul Huda meminta kepada pemerintah agar tidak jumawa. Ia mengatakan, Pemerintah tetap harus waspada meskipun ekonomi Indonesia masih dalam kondisi yang cukup bagus.

“Tentu harus waspada, walaupun ya memang ekonomi kita masih cukup bagus karena ekonomi domestik kita masih cukup kuat,”kata Nailul Huda kepada Liputan6.com, Kamis (13/10/2022).

Ekonomi domestik yang masih bagus tersebut terlihat dari konsumsi rumah tangga, yang menjadi 50 persen lebih komponen pembentuk PDB masih positif. Oleh karena itu, dia menekankan jangan sampai mengganggu daya beli masyarakat, inflasi harus dikendalikan.

“Kalo konsumsi rumah tangga melemah ya kita bisa mengalami perlambatan ekonomi bahkan resesi,” ujarnya.

Lebih lanjut, Nailul Huda menyebut jika terjadi kondisi inflasi tinggi, rupiah melemah, dan sebagainya, maka yang harus bermain adalah instrumen fiskal.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.