Sukses

BI Dongkrak Suku Bunga, Siap-Siap Harga Pertalite Naik

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, lonjakan harga BBM nonsubsidi yang sudah terjadi pada Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex pada awal Agustus ini memang mempengaruhi angka inflasi.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus ini pada akhirnya menaikan suku bunga acuan yang  sudah tertahan sejak Februari 2021. Kenaikan suku bunga ini sebesar 25 basis poin dari 3,5 persen menjadi 3,75 persen. Kenaikan ini terjadi guna menjaga laju inflasi yang semakin meninggi di tengah kenaikan harga BBM non subsidi. 

Tak hanya itu,  Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai, harga BBM subsidi semisal Pertalite pun diprediksi bakal segera terangkat dalam waktu dekat.

"Dengan adanya kenaikan BI rate pastinya akan menjadi instrumen untuk menekan laju inflasi. Dengan pengumuman tadi, maka sepertinya secara tidak langsung ini menjadi sinyal akan ada perubahan harga BBM subsidi," ujarnya kepada Liputan6.com, Rabu (24/8/2022).

Namun, Mamitmeminta agar harga Pertalite naik tidak lebih dari  dari Rp 10.000 per liter, demi menjaga daya beli konsumen yang mayoritas kini masih bergantung pada jenis BBM seharga Rp 7.650 per liter itu.  

"Kalau saya mas maksimal Rp 10.000 ya, jangan diatas itu, akan sangat memberatkan bagi masyarakat," ungkap dia.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, lonjakan harga BBM non subsidi yang sudah terjadi pada Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex pada awal Agustus ini memang mempengaruhi angka inflasi. 

Untuk itu, pihak bank sentral sepakat untuk mendongkrak BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) yang lama tertahan di angka 3,50 persen.

"Keputusan kenaikan suku bunga kebijakan tersebut sebagai langkah pre emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga BBM non subsidi dan inflasi volatile food," terangnya. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

3 Skenario BBM Bersubsidi ala Sri Mulyani

Harga minyak dunia (ICP) terus mengalami kenaikan sebagai akibat dari krisis energi dunia. Akibatnya beban kompensasi dan subsidi energi pemerintah terus bengkak lantaran pemerintah memutuskan menahan kenaikan harga di tingkat konsumen.

Setidaknya pemerintah telah mengalokasikan Rp 502,4 triliun untuk membayar subsidi dan kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM). Namun jika pemerintah terus mempertahankan harganya, subsidi hanya untuk BBM bisa jebol ke angka Rp 698 triliun.

"Nambah lagi bisa mencapai Rp 698 triliun, itu untuk subsidi Solar dan Pertalite saja, saya belum menghitung kalau LPG dan listrik selain yang sudah masuk kemarin di lapsem (laporan semester I-2022)," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kompleks DPR-MPR, Jakarta, Selasa (23/8).

Sri Mulyani pun memberikan tiga pilihan mitigasi yang bisa dilakukan pemerintah dalam mengatasi kenaikan harga energi global.

Pertama, menambah subsidi dan kompensasi yang jumlahnya mencapai Rp 698 triliun. Bila langkah ini yang ditempuh, maka pemerintah tidak perlu menaikkan harga pertalite dan solar.

"Pertama, subsidinya naik mendekati Rp 700 triliun," kata Sri Mulyani.

Namun, jika harus menaikkan anggaran menjadi Rp 698 triliun, dia menilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan semakin berat. Mengingat subsidi energi tahun ini sudah naik tiga kali lipat dari yang ditetapkan pada awal yakni sebesar Rp 158 triliun.

3 dari 4 halaman

Skenario Kedua

Pilihan kedua yang ditawarkan melakukan pengendalian volume konsumsi BBM bersubsidi karena konsumsinya terus meningkat. Pada Juli 2022 lalu, pemerintah telah menambah dan menghitung jumlah tambahan kompensasi dan subsidi BBM menjadi Rp 502 triliun dengan volume 27 juta kilo liter.

Hanya saja, dengan tren konsumsi masyarakat yang meningkat, diperkirakan kebutuhannya sampai akhir tahun mencapai 29 juta kilo liter.

"Kedua, volumenya dikendalikan, karena kalau volumenya terus (dibiarkan seperti sekarang) ya tadi (subsidi harus ditambah). Kalau dikendalikan kan berarti ada yang boleh beli ada yang enggak boleh beli," tuturnya.

Adapun pilihan ketiga menaikkan harga BBM bersubsidi. Sri Mulyani mengaku ketiga pilihan yang ada ini merupakan pil pahit bagi pemerintah.

"Tiga-tiganya sama sekali enggak enak. APBN jelas akan sangat berat karena subsidi BBM itu sudah naik 3 kali lipat," kata dia.

4 dari 4 halaman

Masih Dalam Pembahasan

Semua pilihan tersebut sedang dalam pembahasan para menteri dan Presiden Joko Widodo. Sri Mulyani mengatakan saat ini pemerintah masih berhitung dan saling berkoordinasi untuk menentukan langkah yang akan diambil.

"Jadi Pak Luhut, Pak Airlangga, saya, Menteri ESDM, Pak Erick, PLN dan Pertamina semuanya sedang diminta untuk membuat exercise," kata dia.

Keputusan ini pun harus segera diambil, mengingat jatah subsidi akan segera habis. "Tentu kalau semakin lama, ini Agustus mau habis tentu ya mau nambah lagi, ya kan," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.