Sukses

Bukan Otomotif, Ini Penyumbang Terbesar Emisi Karbon di Indonesia

Otomotif menjadi yang digenjot pemerintah untuk mampu menekan emisi karbon di Indonesia

Liputan6.com, Jakarta Indonesia menargetkan penurunan emisi karbon atau gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan sebesar 29 persen pada 2030. Salah satu sektor yang digenjot pemerintah adalah industri otomotif.

Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan, Kementerian Perindustrian, Sony Sulaksono menyatakan bahwa industri otomotif hanya salah satu bagian dari banyaknya sektor yang menyumbang emisi karbon.

Jadi, ketika ditanya mengenai upaya industri otomotif sebagai pendorong ia menyebut bahwa sektor lain masih menyumbang lebih besar.

“(Industri Otomotif menyumbang 21 persen saja, sementara 47 persen justru energi (penyumbang emisi karbon,” katanya dalam webinar Quo Vadis Industri Otomotif Indonesia di Era Elektrifikasi, Jumat (15/10/2021).

Sektor energi diakui lebih ‘rakus’ dalam menyumbang emisi karbon. Selain sektor energi, penyumbang emisi karbon lainnya adalah sampah rumah tangga.

“Jadi, harus diingat industri transportasi otomotif itu hanya salah satu saja penyumbang emisi, masih ada, yang rakus energi, juga megeluarkan emisi itu pembangkit, itu salah satunya, kemudian industri rumah tangga, waste rumah tangga,” katanya.

Sehingga ia beranggapan bahwa penurunan emisi karbon yang jadi target pemerintah tak bisa hanya diselesaikan dari satu sektor otomotif saja.

“Jadi salah satunya saja, tidak bisa semuanya bdiselesaikan oleh otomotif saja,” katanya.

Upaya Kurangi Emisi Karbon

Sony menjelaskan beberapa langkah yang telah diakukan pemerintah sebagai upaya mengurangi emisi karbon, khususnya di sektor transportasi. Sektor ini menjadi yang digenjot pemerintah untuk mampu menekan emisi karbon.

Salah satu caranya dengan mengizinkan kendaraan konversi listrik untuk bisa digunakan di jalan umum. Kemudian, berbagai kemudahan juga diberikan bagi calon pemilik kendaraan listrik.

Selain itu, di sisi penunjang, pemerintah juga mengedepankan penyediaan charging station bagi kendaraan-kendaraan listrik roda empat. Pun, salah satunya adalah mendorong indonesia sebagai basis produksi baterai kendaraan listrik atau BEV.

“Berbagai kebijakan ini ditujukan agar Indonesia cepat menjadi negara termasuk didepan dalam memanfaatkan teknologi baterai listrik jadi penggerak kendaraan listrik, dalam rangka pengurangan emisi,” katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Keterlibatan Pihak Lain

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut untuk membuat ekosistem Battery Electric Vehicle (BEV) memerlukan keterlibatan para pemangku kepentingan yang terkait.

“Menciptakan ekosisem BEV tentu memerlukan keterlibatan para pemangku kepentinganayng terdiri dari produsen, produsen baterai, pilot project, konsumen, dan infrastruktur,” katanya.

Ia menyebut, pemerintah menargetkan produksi BEV pada 2030 mencapai 600 ribu unit untuk roda empat, dan 2,45 juta unit baterai untuk roda dua.

“Produksi kendaraan listrik diharapkan mampu menurunkan kadar emisi CO2 sebesar 2,7 juta ton untuk roda 4 atau lebih dan sebesar 1,1 juta ton untuk roda dua,” katanya.

Selain itu, dalam rangka meningkatkan industrialisasi BEV, katanya, pemerintah memberikan berbagai insentif baik ranah fiskal maupun non-fiskal.

“Seperti tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk, bea masuk ditanggung pemerintah, dan super tax deduction untuk research and development,” katanya.

“Untuk mempercepat popularisasi pemerintah akan menetapkan peraturan penggunaan EV di instansi pemerintahan dalam roadmap tersebut, diperkirakan pemilikan kendaraan listrik akan mencapai 135 ribu unit, roda 4, 400 ribu unit roda dua pada tahun 2030,” tambahnya.

Ia turut menambahkan, meningkatnya kebutuhan kendaraan listrik akan ikut dukung peran strategis dalam rantai pasok global industri kendaraan listrik.

“Hal ini mengingat posisi indonesia sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia serta tingginya cadangan primer lainnya seperti kobalt, mangan, dan aluminium,” katanya.

“Saat ini terdapat 9 perusahaan yang dukun industri baterai, 5 penyedia dan 4 perusahaan penyedia baterai. Dengan demikian indonesia mampu mendukung rantai pasokan baterai mulai dari bahan baku, kilang, manufaktur sel baterai, perakitan baterai, manufacture EV hingga daur ulang EV,” tambahnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.