Sukses

Stok Bensin di London Kosong, Inggris Kerahkan Tentara Buat Angkut Bahan Bakar

Wilayah London dan Inggris tenggara belum mendapatkan pasokan bensin.

Liputan6.com, Jakarta - Wilayah London dan Inggris tenggara belum mendapatkan pasokan bensin, dengan lebih dari seperlima pompa bensin masih kering.

Dikutip dari BBC, Senin (4/10/2021) Asosiasi Pengecer Bensin Inggris (PRA) mengatakan pihaknya berharap tanker penggerak Angkatan Darat akan membantu meningkatkan pengiriman bahan bakar.

Diketahui bahwa sejumlah wilayah di Inggris tengah menghadapi kekurangan stok bensin.

Tetapi krisis itu dikatakan "hampir berakhir" di Skotlandia, Wales, Utara dan Midlands.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson sebelumnya tidak mengesampingkan masalah rantai pasokan yang berlanjut hingga liburan Natal mendatang.

 "Bahan bakar masih belum mengalir ke pompa yang paling membutuhkannya di London dan Tenggara," ungkap Ketua PRA, Brian Madderson.

Pada hari Minggu pagi (3/10), hingga 22 persen stasiun pengisian bahan bakar di wilayah terpadat di Inggris kering dan hanya 60 persen yang memiliki dua jenis bahan bakar.

PRA mengatakan hanya 6 persen pom bensin yang kering di Midlands, Inggris utara dan Skotlandia.

Madderson mengatakan bahwa PRA, yang mewakili hampir 5.500 dari 8.000 stasiun pengisian di Inggris, "kecewa karena tidak ada tindakan bersama yang diambil untuk mengatasi masalah pasokan" di wilayah Selatan.

Stasiun pengisian perlu mendapatkan lebih banyak informasi sebelumnya tentang pengiriman, kata Madderson.

Namun, dia mengatakan wilayah Utara Inggris memiliki "pasokan yang melimpah di stasiun pengisian bahan bakar" dan sedikit antrian.

Ditambahkannya juga bahwa dia berharap tentara yang dikerahkan "akan membantu meningkatkan pengiriman bahan bakar".

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengerahan Tentara Untuk Membantu Pengangkutan Bensin

Mulai Senin (4/10), personel militer Inggris mulai dikerahkan untuk membantu mengangkut bahan bakar, dengan lebih dari 65 pengemudi tersedia pada awalnya.

Ada pun rencana untuk pengerahan 200 tentara secara total, termasuk 100 pengemudi.

Seorang juru bicara pemerintah mengatakan, bahwa "Stok bahan bakar di London dan Inggris Selatan telah pulih pada tingkat yang sedikit lebih lambat daripada bagian lain di Inggris, jadi kami telah mulai mengerahkan personel militer untuk meningkatkan pasokan di daerah-daerah ini."

"Lebih dari setengah dari mereka yang telah menyelesaikan pelatihan untuk melakukan pengiriman bahan bakar sedang dikerahkan ke terminal yang melayani London dan Tenggara Inggris," terang juru bicara tersebut.

Sementara itu, Supermarket Sainsbury's di Inggris mengatakan masih melihat "permintaan tinggi" untuk bahan bakar di pompa bensinnya.

"Kami bekerja sama dengan pemasok kami untuk menjaga pasokan dan semua situs kami terus menerima bahan bakar," kata seorang juru bicara supermarket itu.

Banyak sektor ekonomi Inggris, termasuk perusahaan makanan dan pengecer bensin, telah terpengaruh oleh keurangan kronis pengemudi truk, yang oleh industri pengangkutan telah disalahkan pada faktor-faktor termasuk COVID-19, Brexit, tenaga kerja yang menua, dan perubahan pajak.

Pada Minggu (3/10) PM Johnson mengatakan kepada acara Andrew Marr BBC bahwa masalah pasar tenaga kerja tidak akan diselesaikan dengan menarik "tuas besar yang ditandai imigrasi yang tidak terkendali".

Dia bersikeras kurangnya pengemudi truk bukan hanya masalah bagi Inggris, dan mengklaim AS, China, dan beberapa negara di Eropa memiliki masalah serupa.

Namun, belum ada laporan tentang masalah stok bahan bakar atau gangguan pasokan makanan terkait dengan kekurangan pengemudi di negara-negara tersebut.

Keramaian antrean warga di Inggris untuk mengisi bensin mobil mereka dalam sepekan terakhir dipicu oleh laporan bahwa kekurangan pengemudi tanker mempengaruhi pengiriman.

"Ketika orang-orang memilih perubahan pada tahun 2016, ketika mereka memilih perubahan lagi pada tahun 2019 seperti yang mereka lakukan, mereka memilih akhir dari model rusak ekonomi Inggris yang mengandalkan upah rendah dan keterampilan rendah dan produktivitas rendah kronis. Kami sedang menghindari itu," sebut Johnson.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.