Sukses

Daging Ayam hingga Cabai Rawit Sumbang Inflasi Terbesar di April 2021

Daging ayam ras memainkan porsi tertinggi pada angka inflasi April 0,13 persen, mencapai hampir separuhnya.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) pada April 2021 mengalami inflasi 0,13 persen dibanding bulan sebelumnya (month to month/mtm). Di mana secara tahunan (year on year/yoy) angka inflasi mencapai 1,42 persen, dan tahun kalender (year to date/ytd) sebesar 0,58 persen.

Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan, daging ayam ras memainkan porsi tertinggi pada angka inflasi April 0,13 persen, mencapai hampir separuhnya.

"Kalau kita lihat komoditas yang menyumbang inflasi 0,13 persen, ada komoditas daging ayam ras dengan andil 0,06 persen. Kemudian beberapa komoditas lain seperti minyak goreng, jeruk, emas, pepaya, ikan segar, dan rokok kretek punya andil 0,01 persen," terangnya, Senin (3/5/2021).

Selain komoditas-komoditas tersebut, Setianto melanjutkan, beberapa bahan pokok makanan yang mengalami kenaikan harga seperti cabai rawit menyumbang deflasi terbesar hingga 0,05 persen.

Komoditas lain yang terkena deflasi yakni cabai merah dan bawang merah masing-masing sebesar 0,02 persen. Sementara untuk komoditas beras, bayam dan kangkung masing-masing sebesar 0,01 persen.

Dari 90 kota IHK, sebanyak 72 di antaranya mengalami inflasi, dan 18 kota lainnya terkena deflasi. Kotamobagu tercatat sebagai kota dengan angka inflasi tertinggi mencapai 1,31 persen, dengan sumbangan terbesar dari komoditas ikan cakalang dan cabai rawit.

Sementara deflasi tertinggi terjadi di Kota Jayapura sebesar -1,26 persen. Beberapa komoditas menyumbang peran besar, seperti ikan ekor kuning, cakalang, tomat hingga kangkung masing-masing sebesar 0,02 persen.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

BPS: Inflasi April 2021 Capai 0,13 Persen

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi pada April 2021 mencapai 0,13 persen. Dengan angka ini maka inflasi tahun kalender Januari-April 2021 mencapai 0,58 persen dan inflasi tahun ke tahun 1,24 persen.

"Inflasi bulan April 2021 sebesar 0,13 persen," kata Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa BPS, Setianto dalam rilis BPS, di Kantornya Jakarta, Senin (3/5).

Dia mengatakan dari 90 kota IHK yang dipantau BPS ada 72 kota alami inflasi. Sementara sisanya 18 kota mengalami deflasi.

Dari 72 kota alami inflasi, tertinggi terjadi di Kotamobagu dengan inflasi 1,32 persen dan terendah terjadi di Yogyakarta 0,01 persen.

Kemudian dari 18 kota mengalami deflasi tertinggi tercatat di Jayapura dengan minus 1,26 persen dan terendah terjadi di Tanjungpadang dengan minus 0,02 persen.

Adapun komoditas yang menyumbang inflasi sebesar 0,13 persen ada komoditas daging ayam ras dengan adnil 0,06 persen.

Kemudian beberapa komoditas lain seperti minyak goreng, jeruk, bahan bakar rumah tangga, emas perhiasan rokok, anggur, pepaya, rokok keretek filter dan ikan segar serta ayam hidup punya andil sebesar 0,01 persen.

Sementara komoditas yang menyumbang deflasi pada April 2021 yakni cabai rawit dengan andil sebesar minus 0,05 persen. Kemudian cabai merah dan bawang merah masing-masing minus 0,02 persen. Sedangkan beras, bayam, kangung, masing-masing minus 0,01 persen.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com  

3 dari 3 halaman

Pandemi Covid-19 Bikin Angka Inflasi Sentuh Level Terendah Sepanjang Sejarah

Angka inflasi terus melandai selama pandemi Covid-19. Bahkan beberapa bulan sempat mencetak deflasi. Berdasarkan data dari situs Bank Indonesia inflasi pada Februari 2021 sebesar 1,38 persen, lebih rendah dibandingkan Februari 2020 sebesar 2,98 persen.

"Kondisi Indonesia inflasi umum menurun ke level terendah dalam sejarah," kata Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede dalam diskusi media bertajuk Sinergi Memperkuat Perekonomian, Jakarta, Kamis (25/3/2021).

Dia menilai penyebab inflasi yang terjaga rendah ini salah satunya permintaan kredit yang rendah. Sedangkan jumlah dana pihak ketiga (DPK) atau tabungan masyarakat terus meningkat.

"Inflasi masih rendah ada kaitannya dengan permintaan kredit rendah karena saving rate itu meningkat," ujarnya

Hal ini menunjukkan persepsi masyarakat mengantisipasi pandemi masih akan berlangsung dalam jangka waktu menengah dan panjang. CAD negara berkembang juga menurun karena kebanyakan bahan baku produksi dalam negeri berasal dari impor

"CAD negara berkembang juga menurun karena kebanyakan impor bahan baku. Jadi konsumsi lemah current account menurun," kata dia.

Meski begitu, Josua mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih baik dibandingkan negara berkembang dna negara maju. Kontraksi perekonomian nasional tahun 2020 jauh lebih baik dibandingkan negara-negara lain.

"Pertumbuhan ekonomi kita dibanding negara berkembang dan maju kita ini meskipun kontraksi, (itu) cukup baik," katanya.

Disiplin fiskal pun terjaga aman. Ini merupakan peran besar keputusan bersama antara Bank Indonesia sebagai standby buyer pembelian obligasi pasar sekunder dan primer untuk dorong pemulihan ekonomi.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.