Sukses

Portal UU Cipta Kerja Sudah Diakses 3,5 Juta Orang

Sebagai upaya pemulihan ekonomi jangka panjang, pemerinah telah menerbitkan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law

Liputan6.com, Jakarta Sebagai upaya pemulihan ekonomi jangka panjang, pemerinah telah menerbitkan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law. Salah satu yang dimuat dalam baleid tersebut yakni berkaitan dengan penciptaan lapangan pekerjaan.

Seperti diketahui, pemerintah kini tengah pengebut penyelesaian 44 aturan turunan UU Cipta Kerja. Dalam prosesnya, pemerintah menyediakan ruang bagi masyarakat untuk turut menyampaikan aspirasinya dalam penyelesaian peraturan turunan tersebut.

44 aturan turunan UU Cipta Kerja itu terdiri terdiri dari 40 rancangan peraturan pemerintah (RPP) dan 4 rancangan peraturan presiden (Perpres). Saat ini, tercatat sudah ada 30 aturan yang sudah bisa diakses dan diberikan masukan oleh masyarakat melalui laman https://uu-ciptakerja.go.id.

“Hingga semalam sudah mencapai 3,5 juta pengunjung untuk melihat sekaligus memberikan masukan dan saran kepada pemerintah,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian, Rizal Affandi Lukman dalam The 8th US - Indonesia Investment Summit, Selasa (8/12/2020).

Rizal menjelaskan, keterlibatan publik dalam penyusunan aturan turunan UU Cipta Kerja ini merupakan bagian dari proses audiensi publik. Tak hanya itu, pemerintah juga melakukan sosialisasi dan audiensi publik di 15 kota besar di seluruh negeri.

“Kami juga menyelenggarakan pertemuan virtual dengan 29 kamar dagang asing sekitar 2 minggu lalu," sambung dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pemerintah Sosialisasikan UU Cipta Kerja Terkait Tata Ruang hingga Industri

Menindaklanjuti pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pemerintah tengah menyusun aturan pelaksanaan berupa 40 Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan 4 Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres).

Dalam proses penyusunan ini, Pemerintah turun langsung ke beberapa daerah untuk menyosialisasikan pokok-pokok substansi UU Cipta Kerja sekaligus menyerap masukan dan tanggapan dari masyarakat serta seluruh pemangku kepentingan terkait. 

“Pemerintah berkomitmen untuk memberikan ruang seluas-luasnya terhadap masukan dan aspirasi dari masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan terkait,” terang Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso dalam kegiatan Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja di Semarang, Jumat (4/12/2020).

Produk hukum yang diundangkan pada tanggal 2 November 2020 lalu ini, lanjut Susiwijono, diharapkan mampu memberikan perlindungan dan kemudahan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Koperasi.

“Selain itu untuk penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi, serta bisa menciptakan lapangan kerja baru melalui peningkatan investasi,” tutur Sesmenko Perekonomian.

Sementara Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi menerangkan, Pemerintah pun membentuk Tim Serap Aspirasi yang bersifat independen yang beranggotakan para tokoh nasional dan ahli di bidangnya.

“Tim ini diharapkan dapat menjadi jembatan yang efektif bagi masyarakat untuk memberi masukan kepada Pemerintah atas RPP dan RPerpres, atau hal-hal lain yang dipandang perlu untuk mendukung efektivitas implementasi UU Cipta Kerja,” tegas Elen Setiadi.

Serap aspirasi di Semarang ini menyasar sektor Industri, Perdagangan, Haji dan Umroh, Jaminan Produk Halal, Proyek Strategis Nasional (PSN), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Perhubungan, serta Kesehatan. Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian, Wahyu Utomo menjelaskan 9 (Sembilan) RPP Pelaksanaan UU Cipta Kerja yang ada dalam ranah koordinasinya.

Pertama, RPP terkait Penyelenggaraan Penataan Ruang. Ia mengungkapkan mengenai pentingnya penataan ruang agar bisa semaksimal mungkin mendukung kegiatan ekonomi. Khususnya, tentang kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dalam perizinan berusaha. Dokumen tata ruang, imbuh Wahyu, akan disinkronkan dengan sistem Online Single Submission (OSS).

“Kita akan mempercepat RDTR karena akan menjadi basis untuk OSS. RDTR yang biasanya butuh 36 bulan sejak penyusunan hingga penetapan, kita harapkan bisa selesai dalam 12 bulan,” katanya. 

Wahyu pun memaparkan mengenai RPP terkait Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

”Kemudian pengadaan tanah ini kita perluas coverage-nya. Jadi kepentingan umum ini kita tambahkan dengan kawasan-kawasan, seperti Kawasan Industri, KEK, Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, dan lain-lain,” sambung wahyu.

Pemerintah juga mengevaluasi agar prosesnya dipercepat. Pasalnya, pengadaan tanah juga merupakan kunci untuk melancarkan proses pembangunan infrastruktur.

“Proses pengadaan tanah ini akan kita percepat. BPN akan dilibatkan sejak awal sehingga saat penentuan trase suatu jalan, BPN sudah tahu dan bisa memberi masukan, mana yang potensinya cepat selesai, mana yang paling minimum terjadi konflik, dan sebagainya,” paparnya.

Deputi Wahyu juga menerangkan RPP terkait Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah; RPP terkait Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar; RPP terkait Bank Tanah; RPP terkait Kemudahan PSN; RPP terkait KEK; RPP terkait Penyelesaian Ketidaksesuaian Antara Tata Ruang dengan Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah; RPP Informasi Geospasial.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.