Sukses

Mempermasalahkan Dana PEN Sektor Kesehatan yang Dipakai untuk Pilkada

Sah saja jika pemerintah mengalokasi dana PEN Kesehatan yang tidak terserap untuk Pilkada 2020.

Liputan6.com, Jakarta - Serapan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk sektor kesehatan baru 21,1 persen atau sebesar Rp 18,45 triliun dari pagu anggaran Rp 84,02 triliun. Komite Penanganan Covid-19 dan PEN pun berencana untuk menggunakan anggaran kesehatan tersebut untuk menjalankan protokol kesehatan dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.

Menanggapinya, ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, sah saja jika pemerintah mengalokasi dana PEN Kesehatan yang tidak terserap untuk Pilkada 2020. Namun hal tersebut sebenarnya disayangkan.

“Sah saja pemerintah merelokasi anggaran untuk Pilkada. Tapi sangat disayangkan ketika dibutuhkan alokasi anggaran untuk kesehatan yang besar agar pandemi berakhir, tapi malah digunakan untuk menambahkan kebutuhan pilkada,” kata Tauhid kepada Liputan6.com, Kamis (24/9/2020).

Padahal menurutnya masih ada sumber anggaran lain yang bisa diserap. Ia pun mencontohkan anggaran dari beberapa kementerian dan lembaga yang penyerapannya tidak maksimal.

Dengan digunakannya dana PEN sektor Kesehatan untuk pilkada maka akan mempengaruhi daya gedor sektor kesehatan dalam penanganan pandemi. Misalnya pengadaan alat-alat kesehatan dan obat-obatan yang masih terbatas.

“Saya kira untuk perbaikan kesehatan dulu, agar pandemi tidak menyebar luas sehingga ekonomi juga lebih baik. Orang akan mengatakan kalau risko dari sisi lesehatan masih tinggi bagaimana caranya mereka diajak untuk berkumpul, pilkada itu pesta demokrasi,” ungkapnya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Maruarar Sirait: Dana Pilkada untuk Kesehatan Rakyat Saja

Hingga saat ini data orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 203.342 orang. Indonesia pun masuk dalam daftar negara yang grafik kenaikannya paling tinggi saat ini. Bahkan, 59 negara sudah melarang warga negara Indonesia masuk ke wilayahnya.

Di saat yang sama, melihat realitas di lapangan pendaftaran bakal pasangan calon kepala daerah ke KPU dengan membawa ratusan atau ribuan orang tanpa menjalankan protokol kesehatan, Ketua Dewan Pembina Kelompok Studi Demokrasi Indonesia (KSDI), Maruarar Sirait, menilai bahwa lebih baik pemilihan kepala daerah (Pilkada) ditunda. Apalagi saat ini juga suda ada 59 calon kepala daerah yang terkonfirmasi positif.

 

"Klausul menunda Pilkada juga kan ada dalam UU. Jadi secara legal ada ruang dan basis-nya. Sekarang tinggal keberanian politik menunda Pilkada untuk kepentingan bangsa dan negara, demi keselamatan jiwa rakyat Indonesia," kata Ara, demikian ia disapa, saat dihubungi beberapa saat lalu.

Saat ditanya terkait dengan anggaran Pilkada, Maruarar mengatakan akan lebih baik bila anggaran Pilkada tersebut dialokasikan untuk penangangan kesehatan rakyat saja. Hal ini lebih mendesak dalam kondisi krisis dan darurat saat ini.

"Ini situasi sangat darurat. Keselamatan dan kesehatan rakyat harus diutamakan. Misalnya untuk membeli masker, untuk membuat ventitalor, untuk meningkatakan jumlah kapasitas rawat inap, ICU dan lain-lain. Utamakan kesehatan rakyat," tegas Ara.

Saat ditanya bagaimana sikap Jokowi, Maruarar mengatakan bahwa Jokowi sangat mendengarkan aspirasi rakyat, termasuk aspirasi dari kalangan akademisi, tokoh agama dan masyarakat, komunitas civil society, media, buruh, pengusaha, aktivis dan lain-lain.

"Pak Jokowi kan memang berasal dari rakyat. Pasti sangat memahami rakyat dan sangat mengutamakan kepentingan serta keselamatan rakyat. Melihat realitas di lapangan juga, saya yakin Pak Jokowi mempertimbangkan dengan matang untuk menunda pelaksanaan Pilkada," kata Ara.

Maruarar mengakui, memang kondisi saat ini dalam posisi yang dilematis. Pilkada sebagai bagian dari proses demokrasi di daerah sangat penting, dan semuanya sudah terpenuhi baik dari sisi DPR, pemerintah maupun KPU. Namun keselamatan jiwa rakyat Indonesia juga tak kalah penting bahkan menjadi amanat Konstitusi untuk melindungi segenap Rakyat Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

"Saya yakin rakyat akan mengapresiasi keputusan Pak Jokowi untuk menunda Pilkada. Jangan menunggu korban terus berjatuhan. Saya yakin Pak Jokowi akan sangat mempertimbangkan keadaan masyarakat terkini dan dengan visi jauh ke depan," jelas Ara.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.