Sukses

KPK Ungkap 3 Temuan BPJS Kesehatan Kerap Defisit Anggaran

Semula, kenaikan iuran peserta hingga 100 persen diasumsikan bisa mengurangi melebarnya defisit anggaran BPJS Kesehatan.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan bukan solusi mengatasi defsit anggaran.

Semula, kenaikan iuran peserta hingga 100 persen diasumsikan bisa mengurangi melebarnya defisit anggaran BPJS Kesehatan.

Namun, dalam kajian KPK sejak tahun 2014, cara ini belum tentu berhasil menalangi dan jadi solusi anggaran. Dalam perspektif KPK, ada kendala lain yang bisa membuat anggaran BPJS Kesehatan selalu defisit.

"Ini karena pengelolaan (dana) yang in-efisien (tidak efisien)," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Gufron di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (13/3/2020).

Hasil kajian lembaga anti rasuah ini, setidaknya ada tiga penyebab BPJS Kesehatan selalu defisit. Pertama, moral hazzar peserta mandiri BPJS Kesehatan. Dalam temuannya, KPK melihat tidak sedikit peserta mandiri BPJS Kesehatan yang menunda iuran.

Misalnya, seseorang yang divonis penyakit jantung dan harus menjalani operasi memanfaatkan BPJS Kesehatan agar mendapat bantuan.

Peserta yang belum mempunyai asuransi ini, sengaja mendaftar BPJS kelas 1 untuk mendapatkan pelayanan. Namun, setelah menjalani operasi, beberapa bulan kemudian, mereka tidak lagi membayar iuran. "Sehingga pada tahun 2012 ini kita defisit RP 12,2 triliun," kata Gufron.

Kedua, adanya masalah kelebihan pembayaran klaim rumah sakit. Kasus ini terjadi karena rumah sakit tidak memiliki kas yang tidak cukup baik. Tidak sedikit rumah sakit kelas 2 yang mengklaim pembayaran dengan klaim kelas 1.

Kasus ini terjadi karena standarisasi kelas rumah sakit direkomendasikan oleh dinas tingkat pemerintah daerah. "Sehingga pembayarannya lebih tinggi," jelas Gufron.

Reporter: Anisyah Alfaqir

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan video di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penyebab Lain

Ketiga, adanya fraud (tindak kecurangan) yang terjadi di lapangan. Indikasi ini kecurangan ini biasanya terjadi pada status penyakit pasien.

Misalnya, dalam penanganan penyakit DBD dibatasi dalam waktu 1 minggu. Sehingga dalam jangka waktu tersebut pasien dipaksa untuk sembh.

Jika sudah satu minggu, pasien diminta pulang. Lalu karena penyakitnya belum pulih sempurna, selang beberapa hari pasien kembali dirujuk ke rumah sakit yang sama.

"Jadi ini klaim ulang terhadap penyakit yang sama dan pasien yang sama," ujar Gufron.

Untuk itu, KPK menilai menaikkan iuran peserta BPJS Kesehatan bukan satu-satunya solusi terbaik dalam menangani defisit anggaran. Perlu ada pembenahan dari sisi rumah sakit, peserta dan pengkategorian penyakit yang dapat diklaim oleh BPJS Kesehatan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • BPJS Kesehatan merupakan salah satu badan hukum yang bertugas menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi masyarakat Indonesia.

    BPJS Kesehatan