Sukses

Ibu Kota Pindah, Bagaimana Nasib Jakarta?

Pemindahan ibu kota bukan untuk menyaingi Jakarta

Liputan6.com, Jakarta - Setelah isu pemindahan ibu kota negara mencuat, Jakarta disebut-sebut akan sepi penduduk. Hal itu karena selama ini Jakarta merupakan pusat pemerintahan dan bisnis di Indonesia.

Dengan adanya pembangunan infrastruktur transportasi seperti MRT, Jakarta diharapkan akan bertransformasi menjadi kota modern. Namun jika ibu kota negara dipindah, apakah harapan tersebut akan terwujud?

"Kita akan tetap dukung apa yang sudah dibangun di Jakarta. Kita pindahkan ibu kota bukan buat menyaingi Jakarta, kok. Lihat contoh Washington DC, apakah DC menyaingi New York? Pusat bisnis tersibuk, kan, tetap New York. Karena DC tidak didesain jadi seramai New York. Jadi, Jakarta tetap akan dikembangkan," ungkap Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Selasa (30/4/2019).

Menurut Bambang, Jakarta tetap harus dibangun karena Indonesia butuh urbanisasi. Urbanisasi dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Tiap 1 persen urbanisasi, lanjut Bambang, akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dunia rata-rata sebesar 3 persen. Namun di Indonesia, imbas tiap 1 persen urbanisasi hanya memberi kontribusi 1,4 persen pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini lantaran masih buruknya layanan dasar dan infrastruktur perkotaan.

Sementara, pemindahan ibu kota negara dirancang untuk fokus membangun ekosistem pemerintahan serta beberapa bisnis pendukung. Ini dilakukan demi mencapai pemerataan ekonomi dan pembangunan yang Indonesia-sentris.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pemindahan Ibu Kota Butuh Biaya Rp 466 Triliun

Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan estimasi biaya yang diperlukan untuk pembangunan ibu kota baru seluas 40 ribu hektare di luar Pulau Jawa membutuhkan sekitar Rp 466 triliun.

"Kita mencoba membuat estimasi besarnya pembiayaan tadi di mana skenario satu diperkirakan sekali lagi akan membutuhkan biaya Rp 466 triliun atau USD 33 miliar, " kata Bambang dikutip dari Antara, Senin (29/4/2019).

Luas lahan 40 ribu hektare dibutuhkan jika jumlah penduduk mencapai 1,5 juta jiwa yang terdiri dari seluruh aparatur sipil negara yang bekerja di kementerian dan lembaga, tingkat legislatif dan yudikatif serta pelaku ekonomi dan anggota TNI dan Polri turut migrasi ke ibu kota baru.

"Dengan penduduk 1,5 juta di mana pemerintahan akan membutuhkan 5 persen lahan, ekonomi 15 persen, sirkulasi infrastruktur 20 persen, permukiman 40 persen dan ruang terbuka hijau 20 persen. Diperkirakan dibutuhkan lahan minimal 40 ribu hektare untuk membuat ibu kota baru, itu skenario yang pertama," jelas Bambang.

Sementara untuk skenario kedua dengan keperluan luas lahan yang lebih kecil, yakni 30.000 hektare, dikalkulasi membutuhkan biaya Rp323 triliun atau 23 miliar dolar AS.

Untuk skenario kedua, jumlah orang yang bermigrasi yakni 870.000 jiwa terdiri dari aparatur sipil negara kementerian dan lembaga, tingkat legislatif dan yudikatif, aparat TNI dan Polri, dan pelaku ekonomi.

3 dari 4 halaman

Pindah Ibu Kota, Menteri PPN Usul Bentuk Badan Otoritas Baru

Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengusulkan pendirian badan otoritas yang bertanggung jawab mengelola pembangunan dan pemindahan ibu kota Indonesia.

"Bertanggung jawab langsung kepada Bapak Presiden di mana nanti badan ini mengelola dana investasi pembangunan ibu kota baru, serta melakukan kerja sama baik dengan BUMN maupun swasta, dan mengelola aset investasi dan menyewakan aset tersebut kepada instansi pemerintah atau pihak ketiga," kata Bambang dikutip dari Antara, Senin (29/4/2019).

Menurut Bambang, institusi tersebut nantinya juga mempersiapkan dan membangun infrastruktur, pola tata ruang, serta fasilitas di wilayah tersebut. Tugas lainnya yakni badan otoritas akan mengelola dan memelihara gedung dan fasilitas publiknya.

Badan tersebut diperlukan dalam proses pembangunan ibu kota baru karena proyek tersebut berukuran besar dan bersifat multi-tahun.

"Sehingga usulan kami memang semacam badan otorita. Tapi bentuk akhirnya apa, itu terserah kepada keputusan politiknya juga, keputusan terbaik dari sisi administrasi. Tapi, memang diperlukan suatu unit yang full time, permanen dan solid," jelas Kepala Bappenas saat jumpa pers.

Dalam rapat terbatas, Bambang menjelaskan sejumlah kriteria wilayah yang dapat menjadi ibu kota baru seperti ketersediaan sumber daya air, minim resiko bencana seperti gempa bumi, tsunami, banjir, kebakaran hutan dan lahan serta gunung berapi.

Selain itu, wilayah itu juga telah memiliki infrastruktur awal kota kelas menengah seperti bandara, jaringan komunikasi, akses jalan, jaringan listrik dan berlokasi tidak jauh dari pantai.

Dalam hal aspek sosial, kriteria masyarakat setempat juga harus terbuka kepada pendatang untuk meminimalisasi konflik sosial.

4 dari 4 halaman

Pemindahan Ibu Kota Seharusnya Dilakukan Sejak Dulu

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke luar Pulau Jawa. Persetujuan tersebut diberikan dalam rapat terbatas dengan para menteri di Istana Kepresidenan Senin kemarin.

Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, pemindahan ibu kota negara memang sudah semestinya dilakukan. Alasannya, Jakarta yang saat ini menjadi pusat pemerintahan dan pusat bisnis sudah menanggung beban yang berat. Jakarta merupakan kota yang multifungsi.

"Pemindahan ibu kota semestinya sudah lama dilakukan. Karena tak kunjung dilakukan akhirnya berdampak buruk pada daya dukung lingkungan dan daya saing ekonomi. Ada banjir, ada macet dan lainnya," kata Faisal, di Jakarta, Selasa (30/4/2019).

Pemerintah dinilainya terlambat untuk memindahkan ibu Kota negara ke luar Pulau Jawa.

Faisal melanjutkan, jika memang pemerintah benar-benar ingin memindahkan ibu kota maka perlu digodok lebih matang agar tidak hanya menjadi rencana basi lagi. Dibutuhkan keseriusan dan kekuatan politik untuk merealisasikannya.

"Tapi kalau ditunda lagi akan semakin terlambat," tuturnya.

Hal yang perlu diperhitungkan dengan matang dalam pemindahan ibu kota dari Jawa ke luar Jawa adalah proses dan tahapan pemindahan, begitu juga lokasi calon ibu kota baru. "Begitu juga dengan rencana pembiayaannya," tambahnya.

Menurut Faisal, dengan perencanaan yang matang termasuk proses pentahapannya, akan menekan belanja semaksimal mungkin. Jika terealisasi, rencana ini akan membuat investasi berdatangan di ibu kota baru.

"Sangat potensial mendorong investasi di ibu kota baru," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.