Sukses

Kepala BKPM: Pasar Saham dan Mata Uang Bisa Turun Jika Jokowi Kalah

Hingga kini, bila mengacu pada berbagai survei, Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih diunggulkan untuk memenangkan Pilpres 2019.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong memprediksi jika Pemilihan Presiden (Pilpres) dimenangkan pihak oposisi akan terjadi aksi jual besar-besaran pada pasar saham dan mata uang. Rencananya Pemilihan Umum (Pemilu) serentak berlangsung pada 17 April 2019.

“Jika ada kejutan baru pada Pilpres, saya pikir pasar akan jatuh. Demikian juga pada mata uang," ujar Thomas Lembong melalui wawancara, seperti mengutip Bloomberg, Kamis (28/3/2019).

Hingga kini, bila mengacu pada berbagai survei, Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih diunggulkan untuk memenangkan Pilpres 2019.  Jokowi unggul hampir 26 poin atas pesaingnya, Prabowo Subianto. Dalam Pilpres 2014, Jokowi telah mengalahkan Subianto, untuk menduduki kursi nomor satu di Indonesia.

Lebih lanjut Lembong mengatakan, jika menang maka Prabowo bersama pasangannya Sandiaga Uno, harus bergerak cepat untuk membangun kembali kepercayaan pasar.

"Jadi kalau mereka menang pada dasarnya harus segera mendapatkan kepercayaan pasar," tegas mantan bankir yang kini masuk Kabinet Kerja Jokowi ini.

Dia juga mengingatkan agar pasangan nomor urut 2 harus mengabaikan beberapa kebijakan dalam janji kampanye yang dinilai ekstrem.

"Seperti rencana untuk menghentikan impor makanan. Mereka harus memperhatikan kebijakan fiskal dengan hati-hati, harus menunjukkan jika peringkat juga penting bagi mereka, dan memperlihatkan keinginan untuk tetap menjaga rating utang Indonesia," jelas dia.

Adapun hingga tahun ini, mata uang Rupiah telah menguat 1,2 persen terhadap Dolar Amrika Serikat (AS). Sementara Benchmark Jakarta Composite Index naik 4,6 persen pada periode yang sama.

Investor dikatakan memiliki alasan kuat untuk memantau hasil survei pemilih. Ini berkaca pada kejadian yang terjadi di dunia, di luar prediksi. Mulai dari kemenangan mengejutkan Presiden AS Donald Trump pada Pilpres AS di 2016.

Kemudian hasil referendum Brexit dan kemenangan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad di Malaysia pada tahun lalu. "Pasar di sini mengharapkan adanya kontinuitas dan stabilitas," tambah dia. 

Lembong mengatakan, sinyal jika investor masih percaya Jokowi bisa kembali memimpin, terlihat pada aliran modal yang masuk ke Indonesia dalam tiga bulan pertama.

Kemudian pertumbuhan investasi asing langsung yang berada pada jalur kenaikan dua digit di tahun ini, dibandingkan 2018 yang turun 8,8 persen menjadi Rp 392,7 triliun (USD 27,6 miliar).

Kembali Thomas Lembong memastikan jika Pemerintahan Jokowi tetap berkomitmen untuk membuka perekonomiannya, meskipun ada penundaan terkait rencana revisi peraturan kepemilikan asing.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Prabowo-Sandi Janji Tingkatkan Daya Beli Masyarakat dalam 100 Hari bila Terpilih

Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) Sandiaga Uno diyakini mampu meningkatkan daya beli masyarakat dalam 100 hari, bila terpilih memimpin Indonesia.

“Kondisi ini (daya beli rendah) akan kembali normal dalam 100 hari pemerintahan Prabowo bila nanti terpilih menjadi Presiden,” ujar Ekonom Senior Rizal Ramli di Jakarta, Senin (25/3/2019).

Dia mengaku telah berdiskusi dengan Prabowo terkait strategi untuk meningkatkan daya beli masyarakat dalam jangka 3 bulan. Upaya meningkatkan daya beli masyarakat dilakukan melalui beberapa hal.

Penurunan tarif listrik menjadi hal pertama. "Kita akan turunkan tarif listrik seperti dua tahun lalu,” jelas dia.

Menurutnya, dengan memberlakukan tarif listrik seperti dua tahun lalu sama dengan memberikan penghematan pada rumah tangga kelas ekonomi menengah ke bawah sebesar Rp 700 ribu per bulan.

Selain penurunan tarif listrik, Rizal menambahkan, Prabowo juga setuju menghapus sistem kartel pangan.

“Sistem kuota itu kita hapus, semua orang berhak mengimpor namun akan dikenakan tarif 30 persen,” jelas dia.

Dia meyakini dengan penghapusan kuota impor itu akan menyebabkan penurunan harga komoditi impor seperti daging, bawang, beras dan gula.

“Harga daging dan bawang bisa turun sampai 70 persen, begitupula dengan beras dan gula. Sedangkan pemerintah akan mendapatkan tarif sebesar 30 persen, tidak seperti saat ini pemerintah tidak dapat apa-apa,” tambah dia.

Pendiri lembaga think thank Econit ini menjelaskan, dengan turunnya harga kebutuhan dapur itu, bisa menghemat pengeluaran rumah tangga sebesar Rp 50 ribu setiap hari.

“Artinya akan ada sisa belanja sebesar Rp 1,5 juta setiap bulan dan jika ditambah penghematan listrik maka rumah tangga dapat menyimpan uangnya sebesar Rp 2,2 juta setiap bulan,” tutur dia.

Dia menambahkan, dengan nilai penghematan sebesar Rp 2,2 juta itu maka akan menyebabkan daya beli rumah tangga kembali membaik.

“Ini saya sudah mendapatkan jaminan dari Prabowo dan saya yakin dia tidak bohong,” pungkas Rizal Ramli.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.