Sukses

Erick Thohir Anggap Utang untuk Pembangunan Sebagai Hal yang Wajar

Pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah saat ini bukan merupakan bentuk pemborosan atau memperbesar utang.

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Erick Thohir mengatakan, dalam melakukan sebuah bisnis atau negara, tidak mungkin terlepas dari yang namanya utang. Hal ini diperlukan jika modal yang dibutuhkan tidak mencukupi.

"Dalam membangun sebuah ekonomi atau bisnis. saya merasa modal dan utang selalu ada. Selalu ada. Tapi kan utangnya itu bisa ada di negara ada di perusahaannya," ujar dia di Jakarta, Kamis (13/12/2018).

Dia mencontohkan, ketika berbicara soal kriris 1998, salah satu yang dilihat adalah utang perusahaan swasta yang cukup besar. Begitu juga saat krisis 2008, yang merasakan dampak paling besar yaitu masyarakat yang menyicil rumah.

"Jadi saya rasa tidak apa-apa kalau utang, asal benar di-manage dengan baik," kata dia.

Menurut Erick, pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah saat ini bukan merupakan bentuk pemborosan atau memperbesar utang. Hal ini justru untuk mengejar ketertinggal Indonesia dalam hal infrastruktur.

"Apa yang dibangun pemerintah saya rasa bukan pemborosan. Indonesia, infrastruktur jauh tertinggal. MRT baru jadi tahun depan padahal konsep MRT sudah 20 tahun di buat. Saya tidak bilang salah dan benar, tapi semuanya ada hitungannya," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kemenkeu Setop Utang Baru pada Desember 2018

Sebelumnya, pemerintah menghentikan penarikan utang baru pada Desember 2018. Penghentian ini karena proyeksi optimalnya penerimaan negara 2018.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani mengakui, penghentian penambahan utang akan mengurangi beban kewajiban negara. "Desember sudah closepenarikan utang," ujar dia di Bali, Rabu (5/12/2018).

Dia menuturkan, tumbuhnya penerimaan pajak mencapai 16-17 persen menjadi salah satu aspek kemampuan pemerintah tak lagi berutang di penghujung tahun. "Kita sudah jual mahal sekarang ke investor," candanya. 

Penghentian penarikan utang baru ini, lanjut Askolani, berimplikasi pada proyeksi defisit tahun ini yang bisa di bawah 2 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB). "Sejak 2013 kita selalu di atas 2 persen. Diperkirakan 2018 bisa 1,9 persen," ujar dia.

Askolani berharap, meningkatnya kualitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang ditunjukkan dengan optimalnya total penerimaan dan belanja serta menurunnya defisit, membuat peringkat utang Indonesia semakin baik.

"Meningkatnya rating Indonesia tentunya membuat biaya saat menarik utang ke depan menurun," imbuhnya.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat posisi utang Indonesia pada Oktober 2018 sebesar Rp 4.478,57 triliun. Angka ini naik apabila dibandingkan dengan posisi utang pada Oktober 2017 sebesar Rp 3.893,6 triliun. Menurut data Kementerian Keuangan, utang ini berasal dari pinjaman sebesar Rp 833,92 triliun dan surat berharga negara sebesar Rp 3.644,65 triliun.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.