Sukses

Turki Alami Krisis, Bagaimana Dampaknya ke Ekonomi RI?

Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, dampak krisis Turki tidak perlu jadi kekhawatiran besar.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, krisis Turki akan membawa imbas bagi ekonomi dalam negeri. Namun demikian dia mengatakan, dampak ini tidak perlu menjadi kekhawatiran besar. 

"Selalu akan ada imbasnya. Turki memang ada hal khusus di sana sehingga kena dampaknya yang enggak mesti berlaku di negara lain setelah kena orang bilang 'oh imbasnya besar' macam-macam. Sebenarnya bisa enggak kena imbas kalau orang mikir pasti enggak ada imbasnya. Kenapa? Ini sebenarnya Turki ini biasa soal Trump," ujar Menko Darmin di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (13/8/2018).

Darmin menjelaskan, krisis Turki dipicu oleh desakan Amerika Serikat untuk membebaskan Pendeta Andrew Brunson, yang dikenai tahanan rumah dan menghadapi tuduhan melakukan kudeta di Turki. Desakan ini tidak dihiraukan oleh Turki. 

"Mr. Trump tiba tiba beberapa minggu lalu itu ada pendeta di sana yang ditahan diadili atau bagaimana, yang dianggap terkibat kudeta dulu itu. Nah, dia ditahan tahu-tahu Trump bilang lepas orang. Kalau enggak saya akan kenakan bea masuk aluminium dan baja. Yah negara namanya ditekan ya tidak mau dia. Benaran, dua hari lalu dinaikkan bea masuk dari baja dan aluminium dari Turki ke AS," ujar dia.

Darmin mengatakan, selama ini mata uang Turki lira melemah terbesar terhadap dolar AS. Hal ini kemudian diperparah dengan keputusan AS mengenakan bea masuk terhadap produk baja dan aluminium milik Turki. 

"Selama ini Turki salah satu mata uang yang pelemahannya besar. Ada Turki, ada Rusia, ada Brazil. Nah, begitu dinaikkan khusus (bea masuk), ini bukan urusan perang dagang dengan China dan Eropa, dia lagi marah saja. Kemudian dibebankan bea masuk. Dia tahu, kalau dibebankan bea masuk dengan produk besar begitu di Turki ini dampaknya besar," ujar dia.

Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut menambahkan, pelemahan nilai tukar lira tidak hanya akan berdampak kepada pelemahan nilai tukar rupiah. Akan tetapi berdampak kepada nilai tukar mata uang negara berkembang. "Bukan cuma rupiah, tapi ke emerging market. Euforia semestinya enggak,"  ujar dia.

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mata Uang Turki Lira Anjlok

Sebelumnya, mata uang Turki Lira mengalami kemerosotan paling besar dalam satu dasawarsa setelah presiden Donald Trump mengumumkan Amerika Serikat akan menaikkan tarif atas impor baja dan aluminium dari negara itu.

Trump mengumumkan hal itu dalam sebuah cuitan pada Jumat 10 Agustus 2018. "Hubungan kami dengan Turki tidak baik saat ini!," kata Trump, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Minggu 12 Agustus 2018.

Hubungan kedua negara tegang sejak lama, karena Amerika Serikat mendesak Turki untuk membebaskan pendeta Andrew Brunson, yang dikenai tahanan rumah dan menghadapi tuduhan melakukan kegiatan teroris di Turki.

Gedung Putih menepiskan tuduhan-tuduhan itu sebagai hal yang tidak berdasar dan menuduh Turki menjadikan Brunson sebagai sandera. Turki berencana mengadili pendeta asal AS itu.

Masalah pendeta Brunson itu mengakibatkan ambruknya nilai mata uang Turki karena para investor takut Amerika Serikat akan menjalankan sanksi-sanksi ekonomi.

Selama seminggu terakhir, mata uang lira mengalami tekanan kuat, dan ini dipergawat oleh gagalnya pembicaraan diplomatik di Washington minggu ini. Kesabaran Amerika Serikat menghadapi Turki agaknya telah berakhir, kata para pengamat.

"Kebanyakan pemain politik di Washington beranggapan bahwa menawarkan hadiah dan kompromi kepada Turki tidak akan berhasil, karena itu kini perlu dilakukan tindakan tegas," kata analis politik Atilla Yesilada dari Global Source Partners.

"Kita tidak akan kalah dalam perang ekonomi ini," kata Erdogan hari Jumat. “Turki akan melawan para teroris ekonomi seperti kami melawan komplotan kudeta dua tahun yang lalu," ujar dia.

Presiden Turki itu menuduh negara-negara Barat berusaha menggulingkannya dengan menciptakan krisis keuangan, kendati telah gagal dalam melancarkan kudeta tahun 2016 itu.

"Sejumlah negara telah bertindak keliru dengan melindungi para pelaksana kudeta itu, dan hubungan kami dengan negara-negara seperti ini telah mencapai tahapan yang tidak bisa diselamatkan lagi," tambah Erdogan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.