Sukses

Masuk Era Revolusi Industri 4.0, Bagaimana Nasib Pekerja RI?

Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri menuturkan, salah satu tantangan dari perkembangan teknologi informasi yang cepat adalah perubahan industri.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri menyatakan, era revolusi industri ke-4 atau industry 4.0 bukan merupakan ancaman bagi sektor tenaga kerja di Indonesia.

Meski demikian, para tenaga kerja dan calon tenaga kerja harus segera mempersiapkan diri dalam rangka memasuki era revolusi industri ke-4.

Hanif mengungkapkan, ‎salah satu tantangan dari perkembangan teknologi informasi yang cepat dan masif adalah perubahan industri.

Hal ini agar tetap bisa bersaing, industri harus bisa berubah,  lebih produktif dan efisien berhadapan dengan kompetitor baik dalam maupun luar negeri. 

"Tentu ketika industri berubah, karakter pekerjaannya juga berubah. Maka tuntutan skill (keterampilan) yang dibutuhkan juga berubah. Di situ tantangan bagi bangsa kita untuk memastikan tenaga kerja kita ini punya skill dan mereka juga punya kesempatan untuk meningkatkan skillnya atau merubah skillnya, karena pekerjaannya juga berubah," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Kantor Kemnaker, Jakarta, Jumat (3/8/2018).

Hanif mengakui, perkembangan teknologi dan informasi yang masih di era revolusi industri ke-4 memang akan menghilangkan profesi tertentu. Namun demikian, era ini juga akan melahirkan profesi baru yang sesuai dengan perkembangan zaman.

‎"Perkembangan teknologi informasi yang cepat ini pada akhirnya akan membunuh sejumlah pekerjaan tetapi juga menciptakan pekerjaan-pekerjaan yang baru. Oleh sebab itu penyesuaian terhadap kebutuhan skill di pasar tenaga kerja itu menjadi sangat penting," kata dia.

Berkaca dari hal tersebut, lanjut Hanif, pemerintah terus menggenjot pelatihan vokasi untuk meningkatkan akses dan mutu agar pekerja dalam negeri.

"Yang belum punya skill bisa mendapatkan skill atau skilling, yang sudah punya skill bisa meningkatkan skillnya atau up skilling, yang sudah punya skill tetapi skillnya tidak relevan dan harus berubah kita sebut reskilling. Tiga hal itu yang kita genjot untuk memastikan agar daya saing dan tenaga kerja kita lebih baik dan sesuai dengan perubahan di pasar kerja," ujar dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bukan Ancaman

Sebelumnya, Hanif menyatakan ada sejumlah jenis pekerjaan yang hilang dan muncul hingga 2030. Adapun sejumlah pekerjaan yang akan meningkat pada 2017-2020 di antaranya adalah trainer, perawat, manajer keuangan, pengacara, agen penjualan, analis, terapis fisiologis, penasihat keuangan, SDM, perawat, dokter, programmer dan layanan berita reguler.

Sedangkan sejumlah pekerjaan yang menurun, yakni manajer administrasi, mekanis, tukang cetak, pengantar surat, sopir, petugas ekspedisi, pekerja pabrik, operator, mesin jahit, perangkat komunikasi dan radio.

Sementara pada 2021-2025, pekerjaan terkait pemeliharaan dan instalasi, mediasi, medis, analis data, manajer sistem informasi, konselor vokasi, analis dampak lingkungan akan tumbuh.

Sebaliknya, pekerjaan yang akan turun adalah resepsionis, tukang kayu, disain tiga dimensi, pengolah semikonduktor, teller bank, travel agents, juru masak fast-food dan operator mesin.

Selanjutnya, untuk periode 2026-2030, jenis pekerjaan yang akan tumbuh, yaitu perancang, pemrograman kecerdasan buatan, perancang dan pengendali mesin otomasi, perancang sofware dan game online.

"Tapi jenis pekerjaan ahli las, staf akuntan, operator mesin, sopir truk dan ahli mesin mulai tersingkir. Padahal, jumlah sopir truk kita ada sekitar 6 juta," ujar Hanif.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini