Sukses

Harga Telur Ayam Perlahan Turun, Pemerintah Diminta Gencarkan Sidak Pasar

Pedagang di pasar tradisional Kebayoran Lama menyatakan harga telur ayam perlahan turun.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diminta terus menggelar inspeksi mendadak (sidak) terkait lonjakan harga telur. Sebab, pedagang di pasar tradisional Kebayoran Lama menyatakan harga telur ayam perlahan turun.

Herman (29), pedagang telur ayam di Pasar Kebayoran Lama mengatakan, harga telur ayam di lapak dagangannya sejak hari ini mulai terpangkas menjadi Rp 27 ribu per kilogram (kg).

"Telur ayam sekarang Rp 27 ribu per kg, turun baru hari ini. Sebelumnya kan Rp 29 ribu (per kg). Harga dari distributornya memang udah diturunin," ungkap dia kepada Liputan6.com di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Jumat (20/7/2018).

Meski begitu, dia merasa cukup kaget karena banyak mendengar kabar soal harga telur yang sangat tinggi di beberapa lokasi, yakni hingga Rp 40 ribu per kg.

"Saya lihat di berita kemarin, harga telur ada yang sampai Rp 40 ribu (per kg). Soalnya kalau di pasar (tradisional) daerah Ciledug sampai Rempoa situ, harganya masih sekitar Rp 30 ribu-Rp 31 ribu (per kg). Itu harus disidak," dia menegaskan.

Sebab, ia melanjutkan, bila kabar ini terus beredar tanpa ada klarifikasi jelas dari pihak yang bersangkutan, maka itu akan turut berimbas pada pembeli dan pedagang telur ayam. "Padahal saya kemarin jual ini enggak banyak berubah, Rp 29 ribu per kg," jelasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Harga Telur Meroket, Mentan Tuding Pengusaha Ambil Untung Terlalu Besar

Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman meminta pengusaha dan distributor yang terlibat dalam rantai pasok telur untuk tidak mengambil keuntungan yang berlebihan. Hal ini disebut sebagai salah satu faktor yang menyebabkan tingginya harga komoditas pangan hewani tersebut.
 
Amran menyatakan, perbedaan (disparitas) harga telur dari tingkat peternak ke pedagang pasar sangat jauh, hingga mencapai 60 persen. Hal ini diduga lantaran rantai pasok yang panjang dan pengambilan keuntungan yang berlebihan.
 
 
"Disparitas harga telur ayam 60 persen. Pengusaha jangan ambil untung banyak-banyak," ujar dia di dia di Toko Tani Indonesia Center (TTIC), Jakarta, Kamis (19/7/2018).
 
Menurut Amran, disparitas seperti ini sebenarnya bukan hanya terjadi pada telur ayam, tetapi juga komoditas lain. Oleh sebab itu, pemerintah terus berupaya memperpendek rantai pasok agar disparitas harga dari produsen ke pedagang bisa ditekan.
 
"Disparitas 40 persen-60 persen ini ada di pengusaha, yang tengah. Ini harus kita tata. Bukan telur aja. Bawang merah di lapangan (petani) Rp 12 ribu, tapi di konsumen Rp 36 ribu. Jadi naik 200 persen-300 persen, ini harus kita tata‎," jelas dia.
 
Namun demikian, menata rantai pasok telur ini bukan hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi semua pihak yang terlibat di dalamnya. Oleh sebab itu, Amran meminta agar para pihak di rantai pasok telur tidak mengambil terlalu besar.
 
"Ini bukan tugas Kementan saja, tapi pedagang, produsen. Jadi kita gandengan tangan. Rezeki itu sudah ada yang mengatur. Bagi-bagi lah dengan yang lain, konsumen, peternak, kan ingin tersenyum juga," tandas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.