Sukses

DPR Desak Pertamina Kaji Ulang Proyek LNG di Bojonegara

Komisi VII DPR RI mengadakan rapat dengar pendapat bahas Terminal Regasifikasi atau Penampungan Gas Alam Cair di Bojonegara, Serang, Banten.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi VII DPR RI mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan berbagai elemen antara lain Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) pada Senin 99/7/2018).

RDP itu untuk membahas sejumlah hal, di antaranya mengenai Terminal Regasifikasi atau Penampungan Gas Alam Cair (Liquefied Natural Gas/LNG) di Bojonegara, Serang, Banten.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Herman Khaeron menjelaskan, pembahasan itu diadakan lantaran ingin melihat lebih jauh apa yang menyebabkan proyek tersebut tidak berlanjut.

"Seperti yang disampaikan di dalam, memang demand-nya tidak sesuai rencana awal yang 500 MMSCFD ternyata hanya 50 MMBtu kebutuhannya, sehingga secara bisnis memang itu tidak layak jadi dihentikan. Tapi pada sisi lain kami meminta pemerintah memberikan informasi lebih detail terkait neraca kebutuhan dan neraca permintaan, serta neraca supply yang saat ini ada terkait gas di seluruh indonesia," paparnya di Gedung Nusantara I DPR RI, Jakarta, Senin pekan ini.

Karena menurut dia, jangan sampai pada sisi lain suatu bisnis tidak layak tapi pemerintah tetap pada supply demand untuk dapat memberikan daya tarik investasi. Oleh sebab itu, ia menambahkan, Komisi VII terus mendalami kasus ini agar dapat mendorong efisiensi.

"Kalau menggunakan terminal dan regasifikasi harganya semakin tinggi dan tidak layak secara keekonomisan, sehingga harus ada intervensi program pemerintah. Harus ada alokasi APBN yang memungkinkan dapat mengurangi terhadap tingginya harga akibat tinggi investasi," ujar dia.

Herman melanjutkan, Komisi VII DPR coba merekomendasikan kepada pemerintah agar pembangunan infrastruktur bukan saja hanya untuk pembangunan jalan, tapi juga membangun infrastruktur energi seperti tempat pemasok Bahan Bakar Minyak (BBM).

"Karena selama ini itu tidak pernah disebut, gas saja yang kemudian disebut melakukan pemipaan. Tapi BBM yang selama ini tersebar di seluruh Indonesia ada sekitar 6 ribu titik SPBU tidak pernah tersambung satu sama lainnya. Ataupun sumber terminal BBM kepada SPBU melalui pemipaan yang dipikirkan pemerintah," ujar dia.

"Pada sisi lain kami meminta Pertamina untuk melalukan review mengkaji ulang proyek regasifikasi dan terminal di Bojanegoro, supaya dihitung ulang kalau permintaan PLN sudah mulai meningkat. Lalu apa yang kemudian menjadi opportunity, menjadi kelayakan pembangunan regasifikasi di bojanegoro," dia menambahkan.

Soal kerugian akibat proyek Terminal Regasifikasi LNG Bojanegara, ia menyatakan, itu hanya secara business to business saja. 

"Pertamina rencananya diberikan saham 20 persen, ada perusahaan dalam negeri 45 persen, dan perusahaan asing yakni Tokyo Gas dan Mitsui 35 persen. Jadi ini baru kepada tahap rencana, sehingga mungkin ya kerugian masih dalam bentuk administratif dan studi kelayakan, belum sampai infrastruktur," ujar Herman.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

RI Bakal Ekspor LNG ke Bangladesh

Sebelumnya, Indonesia akan mengekspor gas alam cair (Liquified Natural‎ Gas/LNG) ke Bangladesh dan Pakistan sebesar 1-1,5 juta ton per tahun (MTPA).

Untuk ekspor LNG akan dilakukan perusahaan nasional masing-masing negara. Indonesia dilakukan Pertamina, Bangladesh oleh Petrobangla dan Pakistan oleh Pakistan LNG Limited.

"LNG disalurkan dari Pertamina ke Pakistan dan Bangladesh, masing-masing 1-1,5 MTPA," kata Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa 16 Januari 2018.

Menurut Arcandra, ekspor LNG tersebut merupakan tindak lanjut dari perjanjian nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) yang telah diteken sebelumnya. Kontrak pengiriman LNG kedua negara tersebut dilakukan dalam jangka watu 10 tahun dengan total nilai US$ 12 miliar.

"Masing-masing nilainya US$ 6 miliar, itu data yang saya terima," tutur Arcandra.‎

Sebelumnya, Pertamina menjajaki kerja sama dengan perusahaan migas asal Bangladesh Petrobangla untuk pembangunan infrastruktur gas di Bangladesh.

Direktur Gas Pertamina Yenni Andayani mengatakan, Pertamina telah menandatangani nota kesepahaman untuk menjajaki ekspor gas dan pembangunan infrastruktur gas.

"Ini baru awal kerja sama, dibuka kesempatan untuk pengembangan bisnis. Kami akan bicara lebih lanjut teknisnya nanti," ‎ kata Yenni di Jakarta pada 15 September 2017.

Pembangunan infrastruktur terebut di antaranya, fasilitas pengelolaan dan penyimpanan gas terapung (Floating Storage Regasification Unit/FSRU)‎, mooring dan infrastruktur penerimaan gas, sub-sea dan pipa gas di darat ke jaringan gas alam.

Pertamina akan menggandeng ‎Petrobangla untuk membangun infrastruktur. "Saya kira hari ini milestone antara Pertamina dan Petrobangla, adanya kesempatan bagi kami untuk tawarkan proposal kerja sama seperti yang disampaikan untuk LNG power. Itu sudah kami sampaikan, siapa yang kerjakan itu kami lihat seara detail," ujar dia.

Chairman Petrobangla Abdul Mansur MD Faizullah berharap, ada kerja sama nyata setelah penandatanganan MoU. Lantaran saat ini Bangladesh mengalami kekurangan pasokan gas dan membutuhkan pembangunan infrastruktur penunjang.

"Semakin cepat semakin baik, jika kami bisa selesai pada April yang akan sangat baik untuk kami, karena FSRU akan mulai berfungsi mulai April 2018 untuk yang pertama. Kedua akan dimulai dari Oktober 2018, jadi pada saat itu kami bisa mengambilnya sekitar 7 juta ton gas per tahun," tutur Abdul.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.