Sukses

Dukung Literasi Keuangan Negara, BPK Resmikan Perpustakaan Riset

BPK menyatakan perpustakaan akan mendukung riset tata kelola dan akuntabilitas keuangan negara.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meresmikan perpustakaan riset di Kantor Pusat BPK di Jakarta, Kamis (28/6/2018). Perpustakaan tersebut untuk mendukung pentingnya literasi tentang tata kelola dan akuntabilitas keuangan negara.

Turut hadir dalam kesempatan tersebut, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, Sekretaris Jenderal Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) Ainun Na'im, Kepala Perpustakaan Nasional RI Muhammad Syarif Bando, dan Wakil Rektor Universitas Indonesia Adi Zakaria Afiff.

Dalam sambutannya, Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar menuturkan, kesadaran publik itu penting dan perlu bantuan BPK dalam memahami tata kelola dan akuntabilitas keuangan negara.

"Dalam tata kelola dan akuntabilitas keuangan negara yang kredibel, kesadaran publik diperlukan. Kenapa dibuat perpustakaan riset? Tujuannya agar para pejabat bisa melihat kembali hasil pemeriksaan BPK," ucap dia di Auditorium BPK, Jakarta, Kamis pekan ini.

Deskripsi tentang tata kelola dan akuntabilitas keuangan negara, ia menuturkan, semua ada di badan yang dibawahinya. Dia menyebutkan, Perpustakaan BPK selama tiga tahun terakhir ini telah menerima sebanyak 217 data baru, yang terdiri atas 161 penulisan skripsi, 44 tesis, dan 12 disertasi.

Bahrullah mengatakan, perpustakaan riset baru ini akan mendukung riset tata kelola dan akuntabilitas keuangan negara, dengan menyediakan data, informasi dan pengetahuan mengenai keuangan sektor publik. Adapun koleksinya terdiri atas 21.852 eksemplar buku dengan 17.410 judul buku, serta e-books dan e-journal.

Selain itu, perpustakaan juga bekerja sama dengan Pusat Informasi dan Komunikasi BPK untuk membuka akses publik terhadap laporan hasil pemeriksaan lembaga sebagai bahan riset.

Adapun sejak 2015, BPK telah menerbitkan jurnal Tata Kelola dan Akuntabilitas Keuangan Negara yang berisi tulisan hasil penelitian maupun tinjauan ilmiah terkait bidang tersebut. Nantinya, Bahrullah mengungkapkan, pihaknya akan terus berupaya mendigitalisasi banyak sumber ilmu yang pihaknya miliki.

"Kita sendiri juga punya jurnal dari tahun 1816. Nantinya kita akan digitalisasi tulisan-tulisan itu untuk mengikuti perkembangan zaman," pungkas dia.

 

*Pantau hasil hitung cepat atau Quick Count Pilkada 2018 untuk wilayah Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Bali dan Sulsel. Ikuti juga Live Streaming Pilkada Serentak 9 Jam Nonstop hanya di liputan6.com.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

BPK Sebut Data Pangan RI Tak Akurat

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)mempertanyakan keakuratan data pangan yang ada selama ini. Sebab, data yang dimiliki antar-kementerian dan lembaga berbeda, sehingga banyak kebijakan pangan yang diambil pemerintah tidak tepat sasaran.

Anggota BPK, Rizal Djalil, mengatakan persoalan pangan tidak pernah jauh dari konsumsi dan ketersediaan. Namun sayangnya, data terkait kedua hal tersebut seringkali tidak sesuai dengan apa yang ditemukan di lapangan.

"BPK menemukan persoalan data konsumsi beras nasional tidak akurat. Saya tahu teman BPS diberikan mandat Presiden bahwa BPS satu-satunya sumber data. Untuk itu, tenaga ditambah, anggaran ditambah, regulasi diperbaiki. Tapi kami ingatkan ke BPS, tolong speed-nya dipercepat, gunakan teknologi canggih. Sehingga kebutuhan data yang diperlukan pemerintah bisa tersedia dalam waktu yang cepat," ujar dia di Kantor BPK, Jakarta, Senin, 21 Mei 2018.

Selain data pangan, data terkait lahan juga dinilai tidak akurat. Selama ini, banyak lahan yang telah baralih fungsi, tapi masih masuk dalam kategori lahan tanam.

"Data luas lahan tidak akurat, terutama di Karawang, alih fungsi lahannya luar biasa. Harus kita antisipasi semua bagaimana mencegah alih fungsi lahan ini," kata dia.

Terakhir, pemerintah juga tidak pernah menetapkan angka cadangan pangan ideal. Padahal, hal ini sudah diatur di Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

"Sistem pelaporan produktivias padi tidak akuntabel. Kenya saja sudah menggunakan satelit. Alhamdulillah sekarang kita juga sudah gunakan satelit. Sekarang ada metode kerangka sampling area, mudah-mudahan hasilnya lebih baik," kata dia.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.