Sukses

Rupiah Masih Bertahan di Kisaran 14.000 per Dolar AS

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.090 per dolar AS hingga 14.108 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Jumat (22/6/2018) ini. Pelemahan rupiah ini lebih disebabkan oleh sentimen dari luar. 

Berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.102 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.090 per dolar AS.

Sedangkan berdasarkan Bloomberg, rupiah dibuka di angka 14.100 per dolar AS, tak berbeda jauh jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.102 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.090 per dolar AS hingga 14.108 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 4,02 persen.

Research Analyst FXTM Lukman Otunuga menjelaskan, sejumlah mata uang pasar berkembang terpukul oleh apresiasi Dolar AS begitu tajam pasca komentar hawkish dari Ketua Dewan Gubernur Federal Reserve Jerome Powell yang mendukung ekspektasi kenaikan suku bunga AS tahun ini.

Rupiah mengalami tekanan jual luar biasa saat perdagangan dimulai kembali pasca libur panjang. Rupiah kembali bergerak ke atas level psikologis 14000 per dolar AS.

"Karena faktor penggerak di balik depresiasi rupiah adalah faktor eksternal, mata uang Indonesia dapat semakin tergelincir di jangka pendek hingga menengah," tutur dia.

Ia melanjutkan, BI mungkin saja terpaksa melakukan intervensi pasar guna melindungi rupiah apabila dolar AS terus menguat.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pemerintah Fokus Stabilkan Rupiah

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, ‎Darmin Nasution mengatakan, perang dagang yang dilakukan kedua negara besar bisa berdampak positif dan negatif. Pemerintah pun terus memperhatikan perkembangan perang dagang tersebut.

"Perang dagang itu antara negara-negara besar, imbasnya bisa positif bisa negatif. Sebenarnya tentu saja memperhatikan dan melihat bagaimana perjalanan dan perkembangannya perang dagang itu," kata ‎Darmin, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (21/6/2018).

‎Darmin menuturkan, Indonesia saat ini tidak mengambil dampak positif dari perang dagang AS dan China, sebab saat ini lebih mengurus urusannya sendiri yaitu menstabilkan kurs rupiah yang melemah terhadap dolar AS sejak tiga bulan lalu.

"Indonesia lebih banyak mengurusi dirinya sendiri, mengurus urusannya sendiri bahwa kita sejak 2 - 3 bulan lalu itu kurs nya agak terganggu," tutur Darmin.

Darmin melanjutkan, selain menstabilkan rupiah, Indonesia juga sedang sibuk mengurusi neraca perdagangan yang mengalami defisit.‎

"Jadi enggak perlu terlalu fokus pada perang dagang itu. Fokus pada urusan kita saja artinya harus menjaga untuk menjaga neraca perdagangan," tambah Darmin.

Darmin mengungkapkan, pemerintah pun sedang mempersiapkan langkah antisipasi kenaikan suku bunga yang dilakukan Bank Sentral AS. Lantaran jika hal tersebut terjadi maka akan mempengaruhi perekonomian Indonesia.

"Kemudian kedua kecenderungan kenaikan suku bunga di AS itu juga sesuatu yang kemungkinan akan berjalan beberapa kali itu mungkin tingkat bunga kita akan terpengaruh," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.