Sukses

IHSG dan Rupiah Merosot, OJK Nilai Masih Kondisi Normal

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut menenangkan pasar di tengah kondisi rupiah yang tertekan tembus di atas 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS).

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut menenangkan pasar di tengah kondisi rupiah yang tertekan tembus di atas 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Diperkirakan masih sentimen lanjutan pengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan tekanan terhadap pasar uang di negara berkembang, seperti Indonesia merupakan hal wajar. Ini mengingat perkembangan yang terjadi di AS.

"Ini sudah terjadi berkali-kali dan kita sudah menghadapi hal seperti ini yang sama. Jadi tidak ada kejadian luar biasa," kata Wimboh di Gedung Ditjen Pajak, Jumat (11/5/2018).

Memang di sektor keuangan ada beberapa yang melakukan rebalancing. Namun demikian, hal itu wajar terjadi mengingat hal yang sama juga terjadi di negara berkembang lainnya.

Pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) beberapa hari belakangan menurut dia hal yang wajar terjadi. Karena sebelumnya IHSG juga naik  signifikan, bahkan tembus ke 6.500.

"Untuk itu kami melihat kondisi ini masih dalam tatanan kondisi normal sehingga kami tidak perlu mengambil kebijakan yang drastis. Ini masih kami konsederasikan dalam kondisi normal," tegas Wimboh.

Bahkan, kondisi ekonomi dalam negeri justru meningkat. Seperti di sektor perbankan, Wimboh mengklaim saat ini sangat sehat.

Dari sisi kredit, hingga akhir Maret 2018, secara year on year (YoY) mampu tumbuh 8,54 persen. Sedangkan NPL juga mulai menurun menjadi 2,75 persen. Di samping itu tren suku bunga secara bertahap juga menurun bahkan untuk deposito 1 bulan sebesar 5,63 persen, deposito 3 bulan 5,90 persen, deposito 6 bulan 6,24 persen, dan deposito 12 bulan 6,15 persen.

"Suku bunga kredit juga menurun, bahkan beberapa korporasi di bawah 9 persen. Secara rata-raya kredit modal kerja sekitar 10 persen," tutur Wimboh.

Seperti diketahui, laju IHSG mencapai rekor tertinggi pada 2018. Sebelum alami koreksi tajam, IHSGsempat sentuh level tertinggi di kisaran 6.689,29 pada 19 Februari 2018. Sedangkan posisi rupiah berada di posisi kuat terhadap dolar AS pada Januari 2018 di kisaran 13.290. (Yas)

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rupiah Terus Melemah, Sri Mulyani Cs Kumpulkan Pelaku Pasar

Sebelumnya, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Kuangan (OJK) Wimboh Santoso serta Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan mengumpulkan para pelaku pasar di Gedung Direktorat Jendral Pajak, Jakarta pada Jumat sore ini.

Pertemuan ini dimaksudkan untuk mendengar apa yang menjadi kekhawatiran pelaku pasar di tengah tingginya sentimen dari Amerika Serikat (AS) yang kemudian mengakibatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus tertekan. Dengan begitu, masukan bisa diberikan kepada pemangku kebijakan dalam menentukan langkah antisipasi.

"Pertama, dan yang paling penting mereka sepakat bahwa gejolak yang ada ini berasal dari luar dalam hal ini apa yang terjadi di AS, bukan karena sentimen dalam negeri. Karena mereka optimis terhadap policy pemerintah dam kebijakan ekonominya," ungkap Sri Mulyani di Kantor DJP, Jumat 11 Mei 2018.

Sementara itu, menurut Sri Mulyani ada beberapa pertanyaan dari para pelaku pasar mengenai beberapa hal yang memengaruhi pergerakan pasar ke depannya.

Dijelaskannya, pelaku pasar menanyakan bagaimana langkah koordinasi antar-pemangku kebijakan dalam hal ini Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan dalam menyikapi gejolak yang terjadi saat ini.

"Dalam hal ini, kita pastikan BI siap merespons dengan berbagai kebijakannnya secara jangka pendek, karena hanya BI yang memiliki tools itu," tambah Sri Mulyani.

Selanjutnya, para pelaku pasar juga mempertanyakan kepada dirinya mengenai outlook harga minyak serta outlook APBN hingga akhir 2018.

Memang mengenai harga minyak saat ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan asumsi dalam APBN 2018. Pemerintah tengah melakukan perhitungan untuk kemudian nanti dilakukan pembahasan dengam DPR RI untuk APBN Perubahan.

"Kalau untuk outlook APBN, saya pastikan kondisi APBN kita lebih kuat jika dibanding sebelumnya. Untuk defisit hingga akhir 2018 angkanya 2,14 persen," ujar dia.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.