Sukses

DEN: RI Tak Akan Bangun Pembangkit Nuklir hingga 2050

DEN memperkirakan pembangunan PLTN di Indonesia tidak akan dilakukan hingga 2050.

Liputan6.com, Jakarta - Wacana penggunaan bahan bakar nuklir dalam mengatasi kebutuhan listrik Indonesia masih pro dan kontra. Salah satu yang disorot adalah soal penerimaan masyarakat (public acceptance) yang masih menjadi kendala serius dalam membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). 

Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro mengatakan, rencana pembangunan PLTN harus mempertimbangkan banyak aspek. Tidak hanya teknis, tetapi juga aspek lainnya seperti sosial dan ekonomi masyarakat.

Dia mencontohkan, studi kasus rencana pembangunan pembangkit nuklirdi Gunung Muria yang mendapat penolakan kuat dari publik, menyebabkan rencana tersebut tidak dapat dieksekusi. Pascagempa Fukushima sebaiknya kehati-hatian dan studi komprehensif menjadi pijakan utama pemerintah untuk memutuskan langkah selanjutnya.

"Dulu Dirjen kita dikejar-kejar sama masyarakat Muria dan ternyata Gunung Muria sering terjadi gempa. Akhirnya, diputuskan dibatalkan," ujar dia dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (11/5/2018).

Terkait wacana pembangunan PLTN di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Purnomo mengingatkan agar pemerintah tidak tergesa-gesa. Posisi nuklir dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebagai opsi terakhir juga penting dipegang. Peran serta masyarakat menjadi kunci bagi penerimaan kebijakan energi ke depan.

"Belajar dari pengalaman, bikin tim untuk FGD. Dari sisi kebijakan melihat posisi pembangkit nuklir dalam KEN yang ujung-ujungnya sosialisasi kembali dengan masyarakat," kata dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tidak Akan Dibangun Hingga 2050

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional ‎(DEN), Saleh Abdurrahman mengungkapkan, pembangunan PLTN tidak akan dilakukan hingga 2050. Hal ini mengingat PLTN adalah pilihan terakhir dalam rencana umum energi nasional (RUEN).

"PLTN memang pilihan terakhir, kita maksimumkan dulu potensi energi terbarukan yang kita miliki. Dan di seluruh Indonesia tidak ada sampai 2050," ungkap dia.

Selain karena bukan prioritas, faktor ekonomi juga menjadi bahan pertimbangan untuk melaksanakan proyek PLTN ini.

"Biaya pembangkitan nuklir per kwh itu termasuk mahal. Apalagi ditambahi biaya-biaya resiko kecelakaan, tambah membengkak dia," lanjut dia.

Menurut Saleh, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang banyak. Contohnya, potensi matahari dan angin belum dimanfaatkan sebesar-besarnya. 

Saleh menyatakan dirinya mendukung penggunaan energi terbarukan dan mendorong daerah-daerah untuk mengembangkan energi terbarukan, selain minim risiko juga lebih murah daripada nuklir.

"Tren harga energi terbarukan semakin menurun, tren nuklir semakin tahun semakin naik," tandas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.