Sukses

Kata Menko Darmin Soal Wacana Perubahan Gaji Bebas Pajak

Pemerintah berencana mengkaji revisi penerapan PTKP berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP) di daerah.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan perubahan besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang diwacanakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memang perlu dilakukan pemerintah. Ini karena besaran PTKP harus mengikuti perkembangan zaman dan besaran upah minimum.

Darmin mengungkapkan, kebijakan PTKP pada dasarnya memberikan kelonggaran bagi masyarakat berpenghasilan di bawah upah minimum regional (UMR). Keberadaan PTKP akan menjamin daya beli masyarakat golongan tersebut tetap terjaga.

"PTKP adalah setiap orang, ada jumlah dia untuk hidup yang tidak bisa dipajaki, itu penghasilan tidak kena pajak. Kalau Anda gajinya di bawah UMR, tidak bisa dong dipajaki," ujar dia dalam Forum Bisnis PLN di Jakarta, Jumat (21/7/2017).

Sementara untuk besaran PTKP, menurut Darmin, harus juga disesuaikan dengan perubahan upah minimum yang diterima masyarakat. Dengan demikian, tidak menggerus daya beli masyarakat tetapi juga akan menjaga penerimaan pajak di dalam negeri.

"Nah berapa PTKP-nya? Itu harus diperhatikan perkembangan zaman, termasuk perubahan dari upah minimum, biaya hidup dan sebagainya. Itu sesuatu yang menguntungkan buat orang banyak, bukan merugikan. Itu menguntungkan," kata dia.

Darmin mengakui, wacana perubahan PTKP ini telah melalui koordinasi dengannya dirinya. Namun jika wacana tersebut serius akan dilakukan, biasanya akan ada pembahasan di tingkat sidang kabinet.

‎"Masalah teknis seperti itu tidak selalu ada (koordinasi dengan Menko Perekonomian). Itu hitung-hitungannya gampang. Paling tidak pasti akan ada rapat di sidang kabinet," tandas dia.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) sekaligus Pengamat Perpajakan, Yustinus Prastowo mendukung rencana pemerintah mengubah batasan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari tunggal atau nasional menjadi berbasis wilayah atau zonasi. Alasannya formula PTKP di RI saat ini sudah ketinggalan zaman dibanding negara lain.

"Jika dibandingkan negara lain, formulasi PTKP Indonesia jauh tertinggal karena hanya memasukkan komponen biaya hidup minimum yang standar," kata Prastowo sebelumnya.

Dalam praktiknya, Prastowo mengungkapkan, ada beberapa variasi PTKP dengan menambah aspek berdasarkan gender atau perempuan bekerja dan single parent mendapat insentif besar seperti yang diterapkan di Singapura dan India.

Selanjutnya, memasukkan komponen pekerja usia non produktif pada PTKP yang dijalankan di Argentina, Afrika Selatan, dan Maroko. Kompensasi sosial diterapkan di Ghana, Meksiko, Maroko, dan Uganda. Serta tunjangan anak di keluarga berpenghasilan rendah di Inggris. Sementara Kanada memberlakukan PTKP dengan model zonasi berbasis provinsi.

Tonton video menarik berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.