Sukses

Hipmi: Monopoli Distribusi Picu Percaloan Gas

Monopoli distribusi membuat trader gas yang bonafide dan ingin bangun infrastruktur distribusi gas tidak bisa masuk.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menemukan penyebab mahalnya harga gas untuk industri di Tanah Air.

Salah satunya adalah adanya praktik monopoli alami penyaluran gas hingga ke konsumen. Monopoli ini menyuburkan percaloan dengan masuknya trader abal-abal tanpa modal. Ketua Bidang Energi BPP Hipmi Andhika Anindyaguna menyatakan hal tersebut.

"Kita temukan ada monopoli penyaluran gas, akibatnya calo gas abal-abal bermodalkan selembar keras juga bisa masuk," ujar Andhika seperti dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (7/9/2016).

Dia mengatakan, akibat monopoli ini, trader gas yang bonafide dan ingin membangun infrastruktur distribusi gas di Tanah Air tidak bisa masuk dan membuat harga gas melambung sehingga merugikan masyarakat dan daya saing industri.

Andhika mengatakan, monopoli distribusi itu masalahnya didukung oleh Permen ESDM Nomor 37/2015. Permen ini tidak mengakomodasi badan usaha swasta yang memiliki infrastruktur untuk bisa masuk dalam pengelolaan gas.

Sebab itu, pemerintah dan DPR perlu segera merevisi peraturan itu sekaligus juga diharapkan dapat mengatasi keberadaan trader abal-abal.

"Akibat monopoli penyaluran gas ini, tidak ada persaingan harga gas. Sebab penentu harga cuma satu, sedangkan negara ogah mengintervensi harga gas," ujar dia.

Hipmi juga menilai monopoli ini menyuburkan percaloan dan trader abal-abal dari pihak asing.

"Tanpa membangun infrastruktur, tidak investasi, tidak bangun kilang, pipa, tidak ada mini terminal, mereka  leluasa menjual gas ke Indonesia dengan modal selembar kertas," ujar Andhika.  

Dia  mengatakan, saat Menteri ESDM masih dijabat oleh Sudirman Said, telah ada upaya merevisi Permen ESDM Nomor 37 Tahun 2015, yang kemudian direvisi menjadi Permen ESDM Nomor 06 Tahun 2016.

Berdasarkan aturan itu, alokasi gas hanya boleh diberikan kepada pemegang izin usaha niaga gas yang memiliki dan berkomitmen membangun infrastruktur gas. Namun revisi ini menurut Andhika memiliki dua kelemahan.

"Pertama trader masih belum diberi keleluasaan membangun infrastruktur gas dan kedua, revisi ini tidak berlaku surut," ujar Andhika.

Saat ini terdapat sekitar 60 perusahaan trader gas di Indonesia. Namun sebagian besar perusahaan itu hanya bermodalkan secarik kertas atau calo pemburu rente.

Para pemburu rente ini hanya mendapat alokasi gas kemudian menjual ke perusahaan yang memonopoli penyaluran gas. Kiprah para trader abal-abal ini dinilai membuat rantai pasok gas di Tanah Air menjadi tidak efisien dan panjang. (Ndw/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.