Sukses

Rupiah Menguat, Namun Belum Beranjak dari 13.600 per Dolar AS

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah berada di kisaran 13.588 per dolar AS hingga 13.634 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mampu menguat pada perdagangan hari ini setelah sebelumnya terus menerus mendapat tekanan. Faktor utama yang membuat rupiah terombang-ambing berasal dari eksternal. 

Mengutip Bloomberg, Kamis (26/5/2016), rupiah dibuka di level 13.622 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan sebelumnya yang ada di angka 13.637 per dolar AS. Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah berada di kisaran 13.588 per dolar AS hingga 13.634 per dolar AS.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di 13.615 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.671 per dolar AS.

Penguatan dolar AS memang terhenti. Para analis melihat bahwa penguatan dolar AS sudah terlalu tinggi. Dolar AS memang terus menguat terhadap 10 mata uang utama lainnya dalam dua pekan terakhir.

Pendorong utama penguatan dolar AS adalah rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS atau the Fed. Beberapa pejabat Bank Sentral AS telah memberikan sinyal bahwa mereka akan menaikkan suku bunga acuan di tahun ini.

Gubernur Bank Sentral AS Philadelphia Patrick Harker mengatakan bahwa the Fed kemungkinan besar akan menaikkan suku bunga dua atau tiga kali di tahun ini. Dolar AS terus menguat sejak pengampu kebijakan moneter di AS memberikan sinyal-sinyal akan menjalankan kebijakan pengetatan moneter.

"Sudah saatnya untuk mengambil jeda. Penguatan dolar AS harus disesuaikan dengan fundamental," jelas analis Western Union Business Solutions Joe Manimbo.

Sebelumnya Bank Indonesia (BI) menilai tren pelemahan rupiah dalam beberapa hari terakhir bersifat sementara. Pelemahan nilai tukar rupiah ini murni diakibatkan sentimen global.

Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo menjelaskan, faktor utama masih berasal dari Amerika Serikat (AS). The Fed dalam beberapa hari terakhir mengindikasikan untuk kembali menaikkan suku bunganya antara Juni-Juli 2016.

"Yang saya bisa katakan kondisi nilai tukar yang relatif lemah sepenuhnya karena statement kuat dari pejabat di the Fed yang meyakini di Juni atau Juli akan naikan rate. Sentimen itu berdampak ke stabilitas sistem keuangan dunia karena banyak yang merespons," kata Agus.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini