Sukses

Menperin Ingatkan Buruh Tetap Tertib Saat Demo

Perusahaan memutuskan untuk menutup usahanya sehingga secara otomatis juga memberhentikan para pekerjanya.

Liputan6.com, Jakarta - Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) semakin kencang di tengah perlambatan ekonomi Indonesia. Kondisi ini memicu ribuan buruh turun ke jalan menyuarakan aspirasinya. Saat demo besar-besaran ini, Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin hanya berpesan kepada seluruh pekerja agar tertib dalam berunjuk rasa.

Demikian disampaikan Saleh saat ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta, Selasa (1/9/2015).

"Tentu kami menghormati apa yang dilakukan teman-teman pekerja atau buruh untuk melakukan demo. Tapi kami imbau tidak mengganggu ketertiban umum atau mengganggu orang lain. Silakan sampaikan aspirasi karena itu haknya," terang dia.

Saleh mengklaim, minat investasi di Indonesia semakin moncer meski ada perlambatan ekonomi. Dari catatannya, ribuan tenaga kerja terserap karena ekspansi maupun investasi yang dilakukan perusahaan padat karya.

"Kemarin saya baru saja meresmikan pabrik garmen di Boyolali yang sudah menyerap tenaga kerja 120 ribu orang. Lalu peresmian pabrik sepatu di Subang dengan jumlah karyawan 8 ribu orang," ujarnya.

Namun demikian, Saleh bilang, pemerintah akan terus mendorong iklim usaha di Indonesia tetap kondusif dengan ketersediaan bahan baku dan ongkos logistik, biaya energi yang semakin murah. "Kami juga akan pangkas aturan-aturan sehingga tidak terlalu panjang rantai birokrasinya," tandas dia.

Untuk diketahui, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan, ada tiga faktor yang mendorong buruh sepakat untuk menggelar aksi unjuk rasa pada hari ini.

Faktor pertama yaitu adanya gelombang PHK besar-besaran. Bahkan dia mencatat ada sekitar 100 ribu buruh yang sudah di-PHK dan berpotensi ter-PHK. "Pertama karena faktor PHK yang secara masif. Dalam data kita ada 100 ribu orang, ini akibat melemahnya rupiah terhadap dolar AS," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa (1/9/2015).

Dia menjelaskan, ada tiga jenis kategori ancaman PHK yang saat ini tengah berlangsung, yaitu:

1. Perusahaan memutuskan untuk menutup usahanya sehingga secara otomatis juga memberhentikan para pekerjanya. Hal ini dikatakan Said sudah terjadi pada industri padat karya sejak sebelum Lebaran di mana nilai tukar rupiah telah menembus angka 13.000 per dolar AS.

2. Perusahan tidak menutup usahanya tetapi kurangi karyawan. Ini terjadi di industri elektronik dan komponen otomotif yang berlokasi di Purwakarta, Karawang, Bekasi dan Jakarta.

3. Potensi adanya PHK dengan ciri-ciri perusahaan mulai merumahkan para karyawan, mengurangi jam kerja dari sebelumnya 5 hari menjadi 3 hari dan menghentikan lembur.

"Dari tiga kategori ini, total ada 100 ribu orang potensi. Kalau data dari Apindo yang mengatakan 50 ribu orang, itu yang sudah benar-benar sudah di-PHK," kata dia.

Faktor kedua yang mendorong aksi unjuk rasa ini yaitu menurunnya daya beli masyarakat akibat kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu. Said menilai akibat hal ini, ada kemampuan masyarakat termasuk buruuh dalam membeli barang kebutuhan menurun.

Faktor ketiga yaitu masuknya tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia. Hal ini dinilai semakin mengkhawatirkan terlebih kewajiban berbahasa Indonesia bagi para TKA tersebut telah dihapuskan.

"Makanya kami menuntut pemerintah untuk menurunkan harga barang dan harga BBM. Kemudian, lindungi pekerja buruh dari ancaman PHK dengan perbaikan regulasi serta kami minta stop memudahkan TKA masuk ke Indonesia dengan syarat yang lebih ketat, terlebih di tengah ancaman PHK yang semakin besar pada pekerja lokal," tandasnya. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini