Sukses

Harga Lahan Bandara Ahmad Yani Mahal, Dahlan Protes Kemenkeu

Kami oke karena ini proyek negara, tapi ketentuan Menteri Keuangan itu membuat BUMN kurang berkembang," kata Dahlan.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengaku ketentuan mengenai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk pengembangan proyek Bandara Ahmad Yani, Semarang terlalu tinggi. Hal itu membuat PT Angkasa Pura I  sebagai pengelola bandara menjadi sulit untuk berkembang.

"Kami sudah berjuang keras, akhirnya biaya harus berubah karena ketentuan bahwa sewa tanah harus segitu, dan membuat proyek itu balik modalnya 18 tahun. Kami oke karena ini proyek negara, tapi ketentuan Menteri Keuangan itu membuat BUMN kurang berkembang," jelasnya saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (15/4/2014).

Dahlan menuturkan, tidak masalah AP I menuruti ketentuan Kementerian Keuangan mengenai NJOP tersebut, namun dengan syarat ke depan Dahlan tidak mau perusahaan-perusahaan BUMN dicaci maki karena tidak bisa berkembang.

"Ini jelas membuat BUMN sulit, itu tidak apa-apa. BUMN itu beda dengan swasta, tapi jangan juga lantas ke depan dikatakan ini BUMN kok tidak maju-maju," jelasnya.

Menurut mantan Direktur Utama PLN ini, idealnya proyek-proyek perusahaan yang diserahkan oleh perusahaan BUMN bisa balik modal dalam 7-8 tahun. Dengan jangka waktu itu, lanjut dia, BUMN sebenarnya sudah menjalankan fungsinya dalam mementingkan perkembangan infrastruktur negara.

"Swasta itu cuma 4 tahun pay back-nya rata-rata. Tidak apa-apa tapi jangan dicela terus, tidak maju-maju. Bagaimana mau maju menggarap bisnis yang Rp 1,5 triliun dengan pay back 18 tahun," paparnya.

Proyek pengembangan Bandara Ahmad Yani itu awalnya akan dimulai pada akhir 2013. Kemudian ditunda menjadi 10 Januari 2014 dan kembali dijadwalkan pada Maret 2014. Namun, hingga kini peletakan batu pertama (ground breaking) masih belum dilaksanakan.

Proyek itu terganjal perbedaan perhitungan tingkat kontribusi tetap kepada negara dan bagi keuntungan yang diajukan  AP I dan Kementerian Keuangan. AP I mematokan NJOP sebesar Rp 128 ribu per meter, sedangkan Kemenkeu mematok sekitar Rp 360 ribu per meter.

Perbedaan patokan NJOP areal pengembangan tersebut terjadi karena AP I mengasumsikan tanah tersebut merupakan tanah rawa, sedangkan Ditjen Kekayaan Negara Kemenkeu menganggap lokasi tersebut sebagai tanah padat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini