Soal Vonis Mati Ferdy Sambo, Hakim PT DKI: Bawa Dampak dalam Penegakan Hukum di Indonesia

Singgih memastikan, majelis hakim tinggi berpendapat bahwa selain secara normatif masih diatur pidana mati, pidana mati juga masih dibutuhkan sebagai shock terapi atau efek jera secara psikologis.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 12 Apr 2023, 14:00 WIB
Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo usai menjadi saksi dalam menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2022). Ferdy Sambo menjadi saksi untuk terdakwa Richard Eliezer, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf di persidangan perkara pembunuhan berencana Brigadir J. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (PT DKI) resmi menghelat sidang banding terhadap vonis hukuman mati bagi Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo.

Ketua majelis Hakim Singgih Budi Prakoso memberi tanggapan terkait memori banding pengacara Ferdy Sambo yang menilai hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada pengadilan tingkat pertama telah memutuskan perkara lebih dari yang dituntut oleh jaksa atau ultra petita.

"Tentang hal ini majelis hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa ultra petita tidak dikenal baik di hukum acara pidana maupun hukuman pidana. Istilah ultra petita berasal dari kata ultra yang berarti lebih/melampaui dan petita yang berarti permohonan sehingga ultra petita penjatuhan putusan oleh hakim atas suatu perkara yang melebihi tuntutan," kata Ketua Majelis Hakim Singgih Budi Prakoso di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Rabu (12/4/2023).

Singgih menyatakan, ultra petita hanya dikenal dalam hukum perdata khususnya hukum acara perdata. Dia meyakini, di dalam proses peradilan pidana selain secara normatif tidak ada larangan ultra petita dan ultra petita banyak dilakukan melalui putusan hakim yang melebih tuntutan pidana.

"Dengan demikian secara mutandis ultra petita dibenarkan dalam hukum pidana," tegas Singgih.

Singgih memastikan, majelis hakim tinggi berpendapat bahwa selain secara normatif masih diatur pidana mati, pidana mati juga masih dibutuhkan sebagai shock terapi atau efek jera secara psikologis.

"Hukuman mati membawa dampak dalam penegakan hukum di Indonesia," Singgih menandasi.

2 dari 2 halaman

Banding Ditolak

Ferdy Sambo, terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua Hutabarat bersiap menjalani sidang putusan di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Sebelumnya, Ferdy Sambo sudah menjalani sidang pembacaan duplik atas tanggapan repik penuntut umum pada 31 Januari dan dan sang istri Putri Candrawathi pada 2 Februari 2023. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Diketahui, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo. Artinya, Mantan Kadiv Propam Polri ini tetap dihukum mati atas kasus pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

"Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tertanggal 13 Februari 2023 yang dimintakan banding," kata Ketua Majelis Hakim Singgih Budi Prakoso.

"Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan," sambung Singgih.

Sebagai informasi, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta resmi menghelat sidang banding terhadap vonis hukuman mati bagi Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo. Sidang dimulai tepat pukul 09.00 WIB, hari ini Rabu 12 April 2023.

Sidang ini diketuai oleh Hakim Singgih Budi Prakoso dan beranggotakan empat orang. Mereka adalah Ewit Soetriadi, H Mulyanto, Abdul Fattah, dan Tony Pribadi. Pada sidang hari ini diketahui Ferdy Sambo tidak dihadirkan ke dalam ruang sidang. Sehingga sidang berjalan dengan hanya mendengar putusan dari majelis hakim.

Infografis Ferdy Sambo Vonis Hukuman Mati dan Perjalanan Persidangan. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya