Sri Mulyani: Kapitalisasi Pasar Modal Indonesia Masih Rendah

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut sektor keuangan Indonesia masih rendah dibandingkan negara-negara Asean lainnya

oleh Tira Santia diperbarui 12 Agu 2022, 19:33 WIB
Karyawan melintasi layar pergerakan IHSG, Jakarta, Rabu (3/8/2022). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Rabu (3/08/2022), ditutup di level 7046,63. IHSG menguat 58,47 poin atau 0,0084 persen dari penutupan perdagangan sehari sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut sektor keuangan Indonesia masih rendah dibandingkan negara-negara Asean lainnya, dan masih dihadapkan dengan berbagai tantangan. Hal itu dilihat nilai kapitalisasi pasar modal Indonesia yang masih rendah diangka 48 persen.

"Kapitalisasi pasar modal Indonesia hanya 48 persen. Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina mereka bisa memiliki rasio kapitalisasi pasar modal hingga mendekati 100 persen," kata Sri Mulyani dalam LIKE IT : Sustain Habit in Investing, Invest in Sustainable Instruments, Jumat (12/8/2022).

Rendahnya angka tersebut dikarenakan sektor keuangan Indonesia saat ini masih berorientasi terhadap akumulasi dana yang sifatnya jangka pendek. Alhasil, halitu mempersulit negara ketika membutuhkan dana untuk infrastruktur.

"Biasanya pertama membutuhkan dana sangat besar dan kemampuan mengembalikannya butuh waktu sangat panjang, katakanlah 20 hingga 30 tahun. Oleh karena itu kemampuan Indonesia untuk mampu memupuk dana jangka panjang menjadi sangat penting," kata Menkeu.

Disisi lain, tercatat 80 persen dana masyarakat mengendap di perbankan, dimanamayoritas dananya dalam bentuk deposito jangka pendek. Padahal, sektor yang memiliki kemampuan mengakumulasi dana jangka panjang, misalnya industri asuransi, dana pensiun, kontribusinya dalam sektor keuangan Indonesia hanya 14 persen. 

"Ini menjadi salah satu pekerjaan rumah bagi kita, terutama KSSK, untuk terus mampu membangun sektor keuangan yang mampu mengumpulkan dan memobilisasi dana dalam jangka panjang yang kuat dan kredibel," jelas Menkeu.

Kendati begitu, Menkeu optimis, Indonesia masih memiliki peluang untuk terus meningkatkan peranan pasar modal, sebagai salah satu sektor keuangan yang bisa menjadi intermediery atau perantara yang baik dan produktif.

2 dari 3 halaman

Konflik China dan Taiwan Sangat Mengganggu Perdagangan dan Investasi

Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan ekspor barang dan jasa kuartal II/2020 kontraksi 11,66 persen secara yoy dibandingkan kuartal II/2019 sebesar -1,73. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan, tensi tinggi hubungan China dan Taiwan beberapa waktu terakhir potensi berdampak langsung terhadap sektor perdagangan dan investasi di Indonesia.

Sejauh ini potensi dampak di dua sektor itu memang masih terlihat belum terjadi penurunan secara drastis. Namun, itu harus diantisipasi sedari dini guna mengantisipasi dampak konflik geopolitik, seperti yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.

"Kita lihat potensi dampaknya terhadap mobilitas perdagangan dan investasi. Sejauh ini memang belum terlihat dampak yang signifikan," kata Febrio Kacaribu dalam sesi taklimat media, Senin (8/8/2022).

Untuk mencegah dampak rembetan terhadap perekonomian dari adanya konflik China dan Taiwan, Pemerintah Indonesia disebutnya telah mengedepankan diplomasi ekonomi.

Tujuannya, untuk membuka mata negara-negara yang tengah berkonflik bahwa kondisi itu telah menyebabkan negara miskin makim tertekan.

"Ini bahkan di dalam G20 kita sudah menyuarakan bagaimana banyak negara-negara miskin ini sudah masuk ke dalam krisis pangan dan nutrisi. Sehingga kita mulai suarakan suara-suara kemanusiaan," papar Febrio.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Ketahanan Ekonomi

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Di sisi lain, pemerintah juga akan menjaga ketahanan ekonomi internal. Diantaranya dengan melakukan diversifikasi aktivitas ekspor dan investasi.

Sebab, ia menyatakan, ekonomi China pada kuartal II 2022 yang hanya tumbuh 0,4 persen secara tahunan atau year on year (YoY) turut memberi imbas terhadap ekonomi domestik.

"Kita melakukan diversifikasi dari aktivita ekonomi sehingga tidak hanya tergantung pada Tiongkok dan ini sudah mulai terjadi misal ekspor kita belakangan ini selain ke Tiongkok kita juga perkuat ke India dan beberapa negara-negara lainnya," tuturnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya