Rupiah Makin Loyo, Dana Subsidi Pemerintah Terancam Jebol

Penguatan dolar AS tentunya menjadi ancaman bagi Indonesia, mengingat nilai tukar rupiah dipastikan bakal tertekan.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Jul 2022, 12:50 WIB
Petugas mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke kendaraan konsumen di SPBU Abdul Muis, Jakarta, Senin (2/7). PT Pertamina (Persero) secara resmi menaikkan harga Pertamax Cs akibat terus meningkatnya harga minyak dunia. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Penguatan dolar AS tentunya menjadi ancaman bagi Indonesia, mengingat nilai tukar rupiah dipastikan bakal tertekan. Pelemahan rupiah ini jelas mempunyai efek berganda bagi ekonomi Indonesia.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, mengatakan saat ini nilai tukar Indonesia mengalami depresiasi hampir 5 persen. Dia menjelaskan bahwa hal ini juga membuat daya impor terutama pada BBM semakin tinggi.

“Kemarin sempat tembus di atas 15 ribu per dolar AS mau tidak mau kita akan menghadapi membayar mahal harga BBM,” ujar Tauhid, pada Webinar, Kamis (28/7/2022).

Tauhid menilai, krisis energi juga bisa terjadi apabila kebijakan pemerintah yang kurang tepat. Seperti yang terjadi pada negeri Sri Lanka, pasokan berkurang dan kebijakan pemerintah Sri Lanka kurang tepat maka hal itu membuat negaranya mengalami inflasi yang semakin tinggi.

“Saya kira kita sedang dihadapkan pada situasi bagaimana memilih kebijakan yang tepat untuk menghentikan krisis,” terang Tauhid.

Menurut Tauhid, bukan hanya terkait supply saja tetapi bagaimana transmisi harga yang bisa diterima ditengah masyarakat termasuk kebijakan subsidi.

Subsidi bisa jebol, kemudian tampaknya beberapa skenario-skenario kenaikan subsidi sudah mulai diterapkan,” tambahnya.

Reporter: Siti Ayu Rachma 

Sumber: Merdeka.com

2 dari 3 halaman

Siap-Siap, Harga Barang Tambah Mahal Jika Rupiah Terus Melemah

Karyawan menunjukkan uang rupiah dan dolar AS di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 80 poin atau 0,57 persen ke level Rp 14.050 per dolar AS. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami tekanan dari hari ke hari. Para pengusaha khawatir jika rupiah terus melemah akan berdampak kepada biaya operasional.  

Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyaprathama menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah akan mengerek biaya produksi. Mengingat, sebagian bahan baku masih didatangkan dari luar negeri.

"Pengusaha memiliki kekhawatiran apabila pelemahan (Rupiah) terus terjadi tentu akan mempunyai dampak. Terlebih untuk manufaktur atau produksi yang memiliki ketergantungan bahan baku impor untuk produksinya, tentu akan berpengaruh," kata Ketua Komite Perpajakan Apindo Siddhi Widyaprathama dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) di Jakarta, Senin (25/7/2022).

Dengan begitu, mau tidak mau maka harga barang akan menjadi makim mahal jika memang ternyata pengusaha tidak bisa mengurangi menekan lebih dalam ongkos produksi. 

Untuk melindungi kelangsungan usaha, Apindo mendesak pemerintah bersama Bank Indonesia untuk terus memperluas penggunaan mata uang lokal atau local currency settlement (LCS) dalam transaksi perdagangan maupun investasi guna mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.

 

3 dari 3 halaman

Kesepakatan

Teller menunjukkan mata uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Rabu (10/7/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup stagnan di perdagangan pasar spot hari ini di angka Rp 14.125. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Indonesia sendiri telah menyepakati kerangka kerja LCS dengan empat negara yaitu China, Jepang, Malaysia, dan Thailand.

"Kita harapkan ke depan bisa terus berkembang menambah jumlah partisipasi. Terutama, Indonesia harus memanfaatkan momentum sebagai Presidensi G20 dengan mendorong promosi lebih lanjut LCS untuk mengurangi ketergantungan," bebernya.

Selain itu, Apindo juga mendesak para pelaku usaha yang memiliki ketergantungan bahan baku impor untuk mencari alternatif barang produksi dalam negeri. Hal ini bertujuan untuk efisiensi keuangan perusahaan ditengah pelemahan nilai tukar Rupiah.

"Di sisi lain pelemahan nilai tukar Rupiah ini menjadi peluang dunia usaha untuk mencari alternatif komponen yang bsia diproduksi dlama negeri untuk mengurangi ketergantungan impor tadi," tutupnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya