Aturan dan Kebijakan Baru Taliban Bikin Perpecahan Internal di Afghanistan

Pembatasan dan kekangan bagi kebebasan sosial di Afghanistan itu diputuskan dalam sebuah pertemuan selama tiga hari pada pekan lalu di Kandahar.

Oleh DW.com diperbarui 30 Mar 2022, 09:00 WIB
Kelompok Taliban mengambil alih kekuasaan pemerintah di Afghanistan setelah mereka menguasai ibu kota Kabul, Senin (16/8/2021). Mereka juga telah menguasai istana kepresidenan, setelah presiden negara itu Ashraf Ghani melarikan diri ke Tajikistan. (AP Photo/Zabi Karimi)

, Kabul - Sejak Taliban kembali berkuasa baru-baru ini, remaja perempuan di Afghanistan tidak lagi bisa bersekolah, perempuan dewasa dilarang menaiki pesawat tanpa muhrim, sementara laki-laki atau perempuan dikenakan jadwal terpisah untuk mengunjungi taman kota.

Pembatasan dan kekangan bagi kebebasan sosial di Afghanistan itu diputuskan dalam sebuah pertemuan selama tiga hari pada pekan lalu di Kandahar, kota kelahiran Taliban, lapor pejabat senior Taliban seperti dikutip Associated Press.

Pemimpin spiritual Haibatullah Akhundzada mengumpulkan petinggi Taliban di kota itu, dan menetapkan haluan baru dengan model Syariah, yang mengingatkan orang pada masa awal kekuasaannya pada awal 1990an, demikian dikutip dari laman DW Indonesia, Rabu (30/3/2022).

Pada masa itu, Taliban memberlakukan Syariah Islam secara brutal, yang diwarnai dengan eksekusi massal di stadion olarhaga atau penghancuran benda serta artefak peninggalan sejarah.

Senin (28/3), pemerintah di Kabul mencabut izin operasi bagi media-media luar negeri, antara lain BBC dan Deutsche Welle. Nantinya, media lokal seperti ToloNews tidak lagi dapat menyiarkan atau memancar ulangkan konten-konten dari media internasional.

"Fakta bahwa Taliban mengkriminalkan distribusi program-program DW oleh media mitra kami justru menghalangi pembangunan berkesinambungan di Afghanistan,” kata Direktur DW, Peter Limbourg.

Gesekan internalLangkah Taliban membatasi pendidikan menengah dan tinggi bagi perempuan melanggar komitmennya kepada dunia internasional. Sejumlah negara, termasuk Indonesia, sebelumnya sepakat akan mengirimkan bantuan pembangunan, antara lain dengan jaminan terbukanya akses pendidikan bagi perempuan.

Tidak heran, perubahan haluan yang diputuskan Akhundzada memicu keraguan di kalangan sendiri. "Terutama kaum muda Taliban tidak setuju dengan beberapa aturan baru ini, tapi mereka tidak merasa nyaman untuk membantah para senior,” kata Torek Fargadi, analis keamanan Afghanistan.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Masa Transisi Taliban

Aksi sekelompok wanita saat berunjuk rasa di Herat, Afghanistan, Kamis (2/9/2021). Para pengunjuk rasa mendesak Taliban menghormati hak-hak kaum perempuan, termasuk menempuh pendidikan. (AFP Photo)

Sejak kembali menguasai Afganistan, setelah hengkangnya Amerika Serikat secara terburu-buru, Taliban berada dalam masa transisi dari kelompok pemberontak menuju pemerintahan. Selama itu pula, perbedaan antara kaum garis keras dan pragmatis di tubuh Taliban mulai terlihat.

Generasi muda pemimpin Taliban meyakini, hak perempuan untuk mendapat pendidikan atau bekerja dijamin di dalam Islam. Kebanyakan mendukung pembukaan sekolah perempuan, sebelum keputusan itu akhirnya diveto oleh Akhunzada.

Haibatullah Akhundzada diyakini ingin membangun Afganistan sesuai visi pendiri Taliban, Mullah Omar. Mereka yang mengenal sang pemimpin spiritual mengatakan, dia tidak terpengaruh oleh tekanan dunia internasional.

Sebab itu Farhadi berharap agar generasi muda berani menyuarakan pandangannya dan mengubah Taliban dari dalam. "Gerakan Taliban membutuhkan reformasi,” kata dia. "Prosesnya memang sangat lambat dan membuat semua yang terlibat merasa frustasi. Tapi kita tidak boleh menyerah,” pungkas analis keamanan Afganistan itu.

3 dari 3 halaman

Infografis Menilik Lebih Dalam Taliban

Infografis sejarah keberadaan Taliban 20 tahun yang lalu dan kembalinya Taliban menguasai Afghanistan pada 2021 (Cindy Damara).

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya