Sri Mulyani: Meningkatnya Konsumsi Rokok Berdampak pada Biaya JKN

Konsumsi rokok menyebabkan beban Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan biaya ekonomi yang besar.

oleh Tira Santia diperbarui 13 Des 2021, 19:00 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani mencium tembakau rokok ilegal di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Sri Mulyani mengaku takjub dengan temuan rokok ilegal yang sudah terkemas rapi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan konsumsi rokok menyebabkan beban Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan biaya ekonomi yang besar.

“Biaya kesehatan akibat merokok mencapai Rp 17,9 triliun – Rp 27,7 triliun setahun. Dari total biaya ini, Rp 10,5 triliun – Rp 15,6 triliun merupakan biaya perawatan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2022, Senin (13/12/2021).

Artinya 20-30 persen dari subsidi Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN per tahunnya sebesar Rp 48,8 triliun adalah untuk membiayai perawatan akibat rokok.

Kemudian, biaya ekonomi dari kehilangan tahun produktif dalam hal ini sangat tinggi. Penyakit yang disebabkan merokok tadi menyebabkan mereka tidak produktif dan berdasarkan survei Balitbangkes tahun 2017, diestimasi konsekuensinya sebesar Rp 374 triliun di tahun 2015.

Oleh karena itu dengan bahaya merokok, Pemerintah menggunakan instrument kebijakan cukai. Dimana kebijakan cukai ini mengalami evolusi. Misalnya untuk sistem cukai tahun 1995-2007 Pemerintah menerapkan cukai dengan system Advalorem.

Sistem cukai tahun 2007-2008 dilakukan kebijakan yang sifatnya hybrid, dan semenjak 2009 sampai sekarang kebijakan cukai bersifat spesifik.

Selain itu, Pemerintah juga menggunakan struktur cukai yang berbeda-beda, namun sekarang cenderung akan melakukan simplifikasi struktur tarif. Ini disebabkan karena memang pelaku dari industri rokok begitu beragam dan besar yang sifatnya industri rakyat.

“Sehingga memang kebijakan cukai rokok mencerminkan diversifikasi pelaku yang begitu beragam.” imbuhnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Kenaikan Cukai Rokok

Menteri Keuangan Sri Mulyani melihat rokok ilegal di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Sri Mulyani mengaku takjub dengan temuan rokok ilegal yang sudah terkemas rapi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Untuk tarif sendiri, Pemerintah menaikkan tarif cukai secara reguler setiap tahunnya dengan mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan konsumsi rokok. Misalnya tarif cukai tahun 2020 naik sebesar 23 persen, dan tahun 2021 sebesar 12,5 persen.

Di sisi lain, untuk harga Pemerintah juga mengatur Harga Jual Eceran (HJE) rokok, dan melakukan monitor Harga Transaksi Pasar (HTP) atau harga yang sebenarnya terjadi di market, serta menggunakan pengaturan kebijakan untuk mengestimasi dampak kebijakan cukai pada harga rokok, konsumsi dan penerimaan negara.

Tak sampai disitu, Pemerintah juga melakukan penegakan hukum untuk meningkatkan penindakan terhadap rokok illegal. Menkeu menegaskan, semakin tinggi cukai maka semakin besar insentif memproduksi rokok secara illegal.

“Ini memang bisa terjadi karena produksi rokok tidak memerlukan modal dan sifatnya mobil bisa berpindah dari satu tempat ketempat lain. Kami selalu melihat dimensi-dimensi yang sangat rumit kebijakan cukai,” pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya