Ketentuan Rights Issue dari Rencana Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel

OJK sedang meminta tanggapan mengenai Rancangan POJK.04/2021 tentang Penerapan Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel (SHSM) oleh emiten atau multiple voting shares (MVS)

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 18 Jun 2021, 20:50 WIB
Karyawan melihat layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Pada hari ini, IHSG melemah pada penutupan sesi pertama menyusul perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok Rancangan POJK.04/2021 tentang Penerapan Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel (SHSM) oleh emiten atau multiple voting shares (MVS). Dalam aturan ini bakal akomodasi pencatatan saham perdana (initial public offering/IPO) perusahaan teknologi berstatus unicorn.

Beleid tersebut memuat aturan tentang penambahan modal yang dilakukan oleh emiten yang menerapkan Saham Dengan Hak Suara Multipel.

Selain wajib mengikuti peraturan perundang-undangan di sektor Pasar Modal yang mengatur mengenai penambahan modal dan peraturan terkait lainnya, wajib pula mengikuti Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.

"Dalam hal HMETD atas Saham Dengan Hak Suara Multipel dilaksanakan oleh pihak selain pemegang Saham Dengan Hak Suara Multipel atau pihak yang ditetapkan dapat memiliki Saham Dengan Hak Suara Multipel, saham hasil pelaksanaan HMETD tersebut akan menjadi saham biasa,” seperti dikutip dalam POJK.04/2021 pasal 19, Sabtu (18/6/2021).

Sementara dalam hal Penambahan Modal Tanpa HMETD, dapat dilakukan dengan beberapa ketentuan. Antara lain, saham yang diterbitkan harus merupakan saham biasa. 

Kemudian, penambahan modal tanpa memberikan HMETD dilakukan paling banyak 10 persen dari jumlah saham yang telah ditempatkan dan disetor penuh, atau modal disetor yang tercantum dalam perubahan anggaran dasar yang telah diberitahukan dan diterima Menteri yang berwenang pada saat pengumuman RUPS, dan dalam jangka waktu paling lama satu tahun sejak RUPS untuk penambahan modal Emiten dimaksud.

"Emiten yang menerapkan Saham Dengan Hak Suara Multipel dapat melakukan penambahan modal tanpa memberikan HMETD melebihi batasan 10 persen dengan persetujuan pemegang saham independen dalam RUPS,” dikutip dari pasal 21.

Adapun penambahan modal tanpa HMETD dapat dilakukan sampai dengan paling banyak 20 persen dari jumlah saham yang telah ditempatkan dan disetor penuh atau modal disetor yang tercantum dalam perubahan anggaran dasar yang telah diberitahukan dan diterima Menteri yang berwenang pada saat pengumuman RUPS.

Untuk mempertahankan kepemilikan suara pemegang Saham Dengan Hak Suara Multipel paling sedikit lebih dari 50 persen dari seluruh hak suara, pemegang Saham Dengan Hak Suara Multipel dapat ikut ambil bagian dalam penambahan modal tanpa memberikan HMETD.

Saham yang diterbitkan kepada pemegang Saham Dengan Hak Suara Multipel tersebut dapat merupakan Saham Dengan Hak Suara Multipel.

Adapun OJK sedang meminta tanggapan dan masukan mengenai RPOJK tentang penerapan klasifikasi saham dengan hak suara multiple oleh emiten yang dikirimkan paling lambat 21 Juni 2021.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

BEI Revisi Aturan Nomor I-A Terkait Pencatatan

Pekerja tengah melintas di bawah papan pergerakan IHSG usai penutupan perdagangan pasar modal 2017 di BEI, Jakarta, Jumat (29/12). Perdagangan bursa saham 2017 ditutup pada level 6.355,65 poin. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mempersiapkan alternatif aturan baru untuk mengakomodir perusahaan rintisan (startup) unicorn untuk melantai di papan utama. Alternatif aturan tersebut akan termaktub dalam revisi Peraturan Bursa I-A.

Secara garis besar, aturan yang diubah yakni terkait  persyaratan yang mewajibkan calon perusahaan tercatat untuk sudah membukukan laba usaha, paling tidak dalam kurun satu tahun terakhir untuk dapat tercatat di papan utama. 

Sementara, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menjelaskan aturan tersebut tidak fit dengan karakteristik perusahaan yang terus berkembang belakangan, termasuk namun tidak terbatas kepada tech companies. 

Misalnya, perusahaan yang karakteristiknya masih fokus meningkatkan market share atau pangsa pasar dan belum laba, tetapi valuasinya besar dan berpotensi untuk jadi salah satu biggest fund raiser di pasar modal Indonesia. 

"Melalui peraturan I-A revisian ini nantinya Bursa akan memperkenalkan 5 (lima) alternatif persyaratan sebagai pintu untuk tercatat di Papan Utama dan Papan Pengembangan. Dengan demikian, kami berharap peraturan ini lebih akomodatif bagi berbagai jenis industri di tanah air,” ujar Nyoman kepada awak media, ditulis Rabu (16/6/2021).

Saat ini BEI mempersyaratkan antara nilai minimum Net Tangible Asset (NTA) sebesar Rp 100 miliar sebagai persyaratan pencatatan di papan utama.

"Dalam rancangan Peraturan Bursa I-A yang sedang dalam proses revisi, kami melakukan penyesuaian pengaturan sehingga Calon Perusahaan Tercatat, termasuk unicorn, dapat menggunakan 5 alternatif persyaratan,” kata Nyoman.

 

Lima persyaratan tersebut yaitu:

1. Net Tangible Asset dan Laba Usaha

2. Agregat Laba Sebelum Pajak 2 tahun terakhir dan Nilai Kapitalisasi Pasar;

3. Pendapatan dan Nilai Kapitalisasi Pasar;

4. Total Aset dan Nilai Kapitalisasi Pasar;

5. Operating Cashflow Kumulatif 2 tahun terakhir dan Nilai Kapitalisasi Pasar.

"Alternatif-alternatif persyaratan tersebut kita sesuaikan dengan best practice yang diterapkan di Bursa lain dan harapan kami tentunya dapat membuka kesempatan yang lebih lebar bagi perusahaan-perusahaan Indonesia untuk dapat tercatat di Bursa Efek Indonesia, dengan tetap mempertahankan kualitas perusahaan yang eligible untuk tercatat di Papan Utama,” pungkas Nyoman.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya