KemenPPPA: Ada Kekerasan Psikis di Sinetron Tayangkan Istri di Bawah Umur

Tayangan sinetron yang menampilkan cerita soal pernikahan anak berusia 15 tahun di salah satu televisi swasta menjadi kontroversi masyarakat dan sorotan berbagai pihak.

oleh Ika Defianti diperbarui 04 Jun 2021, 14:33 WIB
Ilustrasi Pernikahan dini Foto oleh Deesha Chandra dari Pexels

Liputan6.com, Jakarta - Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPPA Nahar menilai, tayangan sinetron dengan cerita soal pernikahan anak merupakan bentuk stimulasi pernikahan usia dini. Hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan.

"Terkait peran istri yang dimainkan pemeran di bawah umur dalam sinetron itu, dinilai sebagai bentuk stimulasi pernikahan usia dini," kata Nahar dalam diskusi virtual, Jumat (4/6/2021).

Selain itu, dia juga menyebut cerita dalam sinetron tersebut juga memperlihatkan adanya kekerasan psikis yang diterima tokoh perempuan pernikahan anak dari suaminya. Kekerasan tersebut seperti halnya makian hingga pemaksaan melakukan hubungan seksual.

Hal tersebut lanjut Nahar bertentangan dengan Pasal 66C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

"Tayangan ini berisiko memengaruhi masyarakat untuk melakukan perkawinan usia anak, kekerasan seksual, dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)," jelas dia.

Sebelumnya, tayangan sinetron yang menampilkan cerita soal pernikahan anak berusia 15 tahun di salah satu televisi swasta menjadi kontroversi masyarakat dan sorotan berbagai pihak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) pun angkat bicara.

Menteri PPPA Bintang Puspayoga menilai, tayangan sinetron yang menampilkan cerita soal pernikahan anak berusia 15 tahun di salah satu televisi swasta, merupakan bentuk pelanggaran konten yang tidak sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3&SPS).

"Konten apapun yang ditayangkan oleh media penyiaran jangan hanya dilihat dari sisi hiburan semata, tapi juga harus memberi informasi, mendidik, dan bermanfaat bagi masyarakat, terlebih bagi anak. Setiap tayangan harus ramah anak dan melindungi anak," kata Bintang dalam keterangan tertulis resmi diterima, Kamis, 3 Juni 2021.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

KPI Ingatkan Prinsip Perlindungan Anak pada Lembaga Penyiaran

Ilustrasi kekerasan seksual pada anak (Liputan6.com / Abdillah)

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengingatkan rumah produksi agar tidak memberi peran yang akan berpengaruh negatif terhadap tumbuh kembang dan psikologis anak. KPI juga meminta lembaga penyiaran tidak menampilkan tayangan yang dapat menstimulasi pernikahan usia muda dalam program siaran.

"Karena lembaga penyiaran justru harus mendukung upaya pemerintah menekan angka pernikahan di bawah usia dewasa yang masih tinggi di Indonesia," kata Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Nuning Rodiyah dikutip dari siaran persnya, Rabu (2/6/2021).

Dia menyampaikan bahwa semua rumah produksi yang menjadi penyedia konten untuk lembaga penyiaran memahami aturan yang tertuang di Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

Aturan itu menekankan bahwa lembaga penyiaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak dan remaja.

Nuning menjelaskan, perlindungan terhadap anak dan remaja ini mencakup anak sebagai pengisi dan pembawa program siaran. Kemudian, anak sebagai pemeran dalam seni peran seperti film, sinetron atau drama lainnya, dan sebagai materi atau muatan dalam program siaran. 

"Dalam P3SPS juga mengatur larangan untuk anak-anak menjadi pembawa acara atau pengisi program yang disiarkan secara langsung di atas pukul 21.30," jelasnya.

Menurut dia, hal ini untuk menjaga agar hak-hak anak tidak terabaikan. Selain itu, Nuning menegaskan bahwa anak yang dijadikan sebagai narasumber program siaran harus sesuai dengan kapasitas dan didampingi orangtua apabila pembahasan di luar kapasitas.

"Yang juga penting dipahami oleh pengelola rumah produksi, jika menjadikan anak sebagai pemeran dalam seni peran, harus diberikan peran yang sesuai dengan umur mereka sebagai anak," ujar Nuning.

Data penelitian dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebutkan ada sekitar 36,62 persen anak perempuan menikah untuk pertama kali pada usia 15 tahun atau kurang. Kemudian, 39,92 persen anak menikah di usia 16 tahun dan 23,46 persen di umur 17 tahun.

Nuning menilai data ini menunjukkan tingginya tingkat pernikahan usia dini untuk perempuan di Indonesia. Padahal, pernikahan usia muda dapat membuat anak-anak, khususnya perempuan kehilangan kesempatan pendidikan.

Nuning meminta lembaga penyiaran dan rumah-rumah produksi dapat menyesuaikan konten siaran yang dibuat. Hal ini untuk mendukung anak-anak Indonesia tumbuh dan berkembang dengan baik.

"(Ini) sebagai upaya menghadirkan generasi muda bangsa yang unggul dan berkualitas," ucap Nuning.

Seperti diketahui, netizen tengah menyoroti sinetron dari sebuah statiun televisi karena pemeran istri ketiga dalam cerita tersebut masih di bawah umur.

Para aktivis perempuan dan peduli anak juga meminta agar tayangan tersebut dihentikan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya