6 Perempuan Tewas dan 600 Ditahan Saat Demonstrasi, PBB Kecam Kekerasan Aparat Myanmar

Demonstrasi sipil menolak kudeta militer masih terjadi dan kian meluas di Myanmar.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Mar 2021, 16:04 WIB
Perempuan menggantung pakaian tradisional Myanmar, longyi, di seberang jalan selama demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon, Senin (8/3/2021). Jemuran kain itu untuk membatasi gerak polisi dan tentara karena berjalan di bawah jemuran pakaian ini dianggap akan membawa sial bagi pria. (STR/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Demonstrasi sipil menolak kudeta militer masih terjadi dan kian meluas di Myanmar. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women) mengutuk penggunaan kekerasan dan kekuatan mematikan aparat Myanmar terhadap pengunjuk rasa damai pro demokrasi.

"Tanggapan represif ini telah merenggut nyawa enam perempuan dan mengakibatkan penangkapan hampir 600 perempuan, termasuk perempuan muda, LGBTIQ, dan aktivis masyarakat sipil," kata Direktur Eksekutif UN Women Phumzile Mlambo-Ngcuka dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (12/3/2021).

"Selain itu, mereka yang ditahan juga dikabarkan mengalami pelecehan dan kekerasan seksual," dia menambahkan.

Perempuan telah lama memainkan peran penting dalam sejarah Myanmar, oleh karena itu UN Women memandang perempuan tidak boleh diserang dan dihukum saat menyampaikan ekspresi damai atas pandangan mereka.

 

 
 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 4 halaman

Bentuk Diskriminasi

Seorang wanita berdoa saat memberi penghormatan kepada seorang guru yang tewas dalam protes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Senin (1/3/2021). Seorang guru perempuan tewas setelah polisi melemparkan granat setrum untuk membubarkan aksi protes yang digelar para guru di Yangon. (AP Photo)

Di samping itu, Myanmar merupakan salah satu penandatangan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW), yang antara lain menyatakan "pembangunan penuh dan lengkap suatu negara, kesejahteraan dunia dan tujuan perdamaian membutuhkan partisipasi maksimum dari perempuan yang setara dengan laki-laki di segala bidang dan menjamin pelaksanaan dan penikmatan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental atas dasar kesetaraan dengan laki-laki."

Komite CEDAW selanjutnya dengan jelas menetapkan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah bentuk diskriminasi yang dilarang berdasarkan konvensi tersebut.

"Kami menyerukan kepada militer dan polisi Myanmar untuk memastikan bahwa hak berkumpul secara damai dihormati sepenuhnya, dan bahwa para demonstran, termasuk wanita, tidak dikenai tindakan balasan," ujar Mlambo-Ngcuka, seperti dilansir Antara, Jumat (12/3/2021).

Ia pun menyerukan kepada militer dan polisi Myanmar untuk menghormati hak asasi perempuan yang telah ditangkap dan saat ini ditahan, serta mengulangi seruan PBB untuk segera membebaskan semua tahanan.

 

3 dari 4 halaman

60 Pengunjuk Rasa Tewas

Warga mengusung peti jenazah Mya Thwet Thwet Khine ke pemakaman di Naypyitaw, Myanmar (22/2/2021). Ribuan warga Myanmar menghadiri pemakaman Mya Thwet Thwet Khine, perempuan muda yang tewas dalam demo menolak kudeta militer. (AP Photo)

Sejak pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi dikudeta oleh militer pada 1 Februari 2021, lebih dari 60 pengunjuk rasa dilaporkan tewas dan sedikitnya 2.000 orang ditahan oleh pasukan keamanan, kata kelompok pembela Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.

Kudeta yang memicu unjuk rasa hampir di seluruh Myanmar itu dilatarbelakangi tudingan militer atas kecurangan dalam pemilu yang dimenangi partai pimpinan Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), pada November tahun lalu.

Namun, tuduhan itu telah ditolak oleh komisi pemilu dan mayoritas rakyat Myanmar yang menginginkan pemerintahan sipil yang demokratis.

4 dari 4 halaman

Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar

Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya