Angka Kelahiran Bayi Prematur di Dunia Tinggi, Bagaimana dengan Indonesia?

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2018 menyebut dalam situs resminya bahwa setiap tahun terjadi 15 juta kelahiran bayi prematur di seluruh dunia.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 02 Des 2020, 14:00 WIB
Ilustrasi bayi prematur/copyright pixabay.com

Liputan6.com, Jakarta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2018 menyebut dalam situs resminya bahwa setiap tahun terjadi 15 juta kelahiran bayi prematur di seluruh dunia.

Indonesia sendiri menempati urutan ke 5 sebagai negara dengan kelahiran prematur tinggi, yakni sekitar 675.700 kelahiran. Sedang, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan pada 2018 menunjukan, 48 kelahiran prematur di Indonesia disebabkan oleh kondisi anemia ibu selama kehamilan.

Kelahiran prematur adalah kelahiran bayi yang terjadi sebelum masa kehamilan 37 minggu. Berdasar fakta medis, diketahui bahwa paru-paru janin baru berfungsi dengan baik setelah usia kehamilan 35 minggu, dan otak janin baru sempurna di usia kehamilan 37 minggu.

“Maka bayi yang lahir sebelum akhir usia kehamilan 37 minggu, akan menghadapi resiko kesehatan jangka pendek dan jangka panjang,” ungkap Dr. dr. Risma K. Kaban, Sp. A (K) Kepala Dokter Penanggung Jawab NICU RSIA Bunda Jakarta.

Risma menambahkan, pada jangka pendek, kondisi yang paling umum dialami bayi prematur adalah gangguan pernapasan, retinopati prematuritas, anemia, dan peningkatan risiko infeksi. Untuk jangka panjang, anak yang lahir prematur memiliki risiko besar mengidap penyakit seperti hipertensi dan diabetes saat anak bertambah besar.

“Risiko ini yang menyebabkan bayi yang lahir prematur perlu mendapatkan perhatian dan perawatan khusus sejak lahir.”

Perawatan bayi prematur sebagian besar dilakukan di instalasi Neonatal Intensive Care Unit (NICU). Bayi prematur perlu perlakuan dan nutrisi yang berbeda agar dapat mengejar proses pertumbuhan mereka.

Simak Video Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Berdasarkan Penelitian Medis

Berbagai penelitian medis mengungkapkan, pelukan, sentuhan, suara, bahkan aroma tubuh orangtua merupakan rangsang sensorik terbaik bagi bayi baru lahir. Namun, bayi prematur banyak kehilangan momen bersama orangtua karena harus dirawat di ruang NICU.

Bayi baru lahir yang membutuhkan tindakan darurat juga harus kehilangan haknya untuk mendapatkan kolostrum dan ASI.

 “Para pasien adalah bayi baru yang memerlukan pengobatan dan perawatan khusus pada 28 hari pertama kehidupan, guna mencegah dan mengobati terjadinya kegagalan organ-organ vital,” ungkap Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp. A (K), konsultan tumbuh kembang RSIA Bunda Jakarta.

Sebagian besar bayi yang dirawat adalah pasien dengan gangguan pernapasan, prematur, kelainan kongenital, dan lain sebagainya.

Maka, kerja sama antara dokter, perawat, dan orangtua perlu dioptimalkan agar anak juga tumbuh dengan optimal.

3 dari 3 halaman

Infografis Iuran BPJS Kesehatan Akan Naik 100 Persen

Infografis Iuran BPJS Kesehatan Akan Naik 100 Persen. (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya