Miris, Merek Rokok Ini Laris Manis di Kalangan Pelajar

Hasil survei menunjukkan pemasaran rokok dan promosi produk tembakau (rokok) menjadikan anak-anak usia sekolah sebagai target pemasaran.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Sep 2020, 15:32 WIB
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Hasil Survei Tempat Penjualan Rokok di Sekitar Sekolah menunjukkan pemasaran rokok dan promosi produk tembakau (rokok) menjadikan anak-anak usia sekolah sebagai target pemasaran. Sebab tidak sedikit temuan survei penjualan rokok marak berada di sekitar lingkungan sekolah.

Berdasarkan merek dagang yang dipasarkan terbagi menjadi dua jenis yakni rokok merk internasional dan merk nasional. Mayoritas penjualan produk rokok internasional dikuasai BAT, PMI, Imperial dan JTI.

Sepuluh merek rokok internasional yang banyak dijual di sekitaran sekolah yakni D, Marlboro, Lucky Strike, Esse, LA, Camel, Philip Morris, Cristal dan Pall Mall.

Sementara itu, 10 merk produk rokok nasional yang dijual di sekitar sekolah yakni Gudang Garam Surya, Djarum Super, Dji Sam Soe, Gudang Garam Merah, Gudang Garam Surya Pro. Kemudian merk A Mild, Clas Mild, Gudang Garam International, Sampoerna Kretek, dan LA Lights.

Hasil survei ini merekomendasikan, pemerintah agar segera melakukan pencegahan agar anak-anak usia sekolah tidak menjadi perokok aktif. Tubagus meminta pemerintah agar anak-anak terpapar dari pajangan (display) penjualan produk rokok.

"Pertama melarang memajang produk tembakau di tempat-tempat penjualan," kata Peneliti dari FAKTA, Tubagus Haryo dalam Peluncuran Hasil Survei Tempat Penjualan Rokok di Sekitar Sekolah, Studi Kasus: Jakarta, Medan, Banggai, dan Surakarta, Jakarta, Kamis (3/9/2020).

Lalu melarang iklan atau promosi tembakau dalam bentuk apa pun di tempat-tempat penjualan. Terakhir melarang penjualan rokok batangan.

Sebagai informasi, survei ini dilakukan pada April-Juni 2020 dengan pengumpulan data dilakukan secara langsung dan menggunakan aplikasi Kobo Toolbox. Penelitian deskriptif ini dilakukan untuk memberikan gambaran tempat penjualan rokok di sekolah-sekolah di 4 kota.

Adapun lokasi sekolah yang digunakan dalam survei ini yakni 225 titik di DKI Jakarta, 23 di Surakarta, 29 di Banggai dan 93 di Medan. Dari 370 sekolah tersebut, ada 805 tempat penjualan rokok yang menjadi sampel dalam survei ini.

Merdeka.com

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

2 dari 2 halaman

Target Cukai Rokok Naik Jadi Rp 172,8 Triliun di 2021, Ini Alasannya

Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pemerintah memastikan target cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar Rp 172,8 triliun di tahun depan. Angka tersebut naik 4,8 persen dari target tahun ini sebesar Rp 164,9 triliun. Kenaikan tarif ini akan diumumkan pada akhir bulan September 2020 nanti.

Namun, hal itu masih menjadi polemik lantaran kenaikan tarif CHT sekitar 23 persen tahun 2020 ini ternyata tidak menghasilkan penerimaan yang optimal.

Kepala Sub Direktorat Tarif Cukai dan Harga Dasar Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), Sunaryo mengatakan bahwa kenaikan tarif cukai rokok tahun depan telah mempertimbangkan adanya dampak pandemi Covid-19 bagi ekonomi Indonesia. Sekaligus mengikuti asumsi makro tahun 2021.

"Tentu asumsi makro akan menjadi pertimbangan dalam pembuatan policy dan penentuan target cukai di tahun 2021," ujarnya dalam Webinar Akurat Solusi bertemakan 'Rasionalitas Target Cukai 2021', di Jakarta Minggu (30/8/2020).

Sunaryo menjelaskan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPBN) 2021, Kementerian Keuangan mematok penerimaan cukai sebesar Rp 178,5 triliun. Jumlah tersebut naik 3,6 persen year on year (yoy) dibanding outlook akhir tahun ini yang mencapai Rp 172,2 triliun.

Kemudian, ada empat aspek yang menjadi pertimbangan pemerintah soal kenaikan cukai rokok pada 2021. Pertama, hasil survei dampak pandemi Covid-19 terhadap kinerja reksan cukai yang menunjukan secara umum masih memiliki resilience untuk melindungi tenaga kerja (padat karya).

Kedua, berdasarkan hasil indepth interview, secara umum kontributor utama mengalami penurunan baik secara volume maupun nominal cukai. Ketiga, berdasarkan monitoring HTP, pabrikan belum sepenuhnya melakukan fully shifted/ forward shifting, kondisi saat ini pabrikan masih menalangi (backward shifting).

Terakhir, titik optimum menjadi penentuan target 2021 yang tidak serta merta penambahan beban berkorelasi positif terhadap sektor penerimaan.

Lanjutnya, dalam prakteknya, performa cukai hasil tembakau (CHT) tahun 2012 sampai 2018 secara nominal, produksinya terus menurun, prevalensi total Global juga turun. Namun penerimaan cukai tercapai dan meningkat secara nominal serta proporsional.

Sehingga, kenaikan cukai rokoktidak hanya mempertimbangkan penerimaan negara. Sebab, tidak serta merta penambahan tarif cukai dapat menambah penerimaan.

"Makanya ini tantangan bagi kita ini sendiri untuk membuat solusi. Bagaimana dengan situasi yang seperti ini bisa tumbuh penerimaan cukai tetapi pertimbangannya dari industri dan kesehatan bisa optimum," jelasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya