Faisal Basri Sebut Penanganan Covid-19 Lebih Penting dari Proyek Infrastruktur

Ekonom Senior, Faisal Basri menyoroti struktur pengeluaran pemerintah dalam pembangunan infrastruktur di 2021

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Sep 2020, 11:49 WIB
Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi Faisal Basri saat konferensi pers di Jakarta, Minggu (21/12/2014). (Liputan6.com/herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior, Faisal Basri menyoroti struktur pengeluaran pemerintah dalam pembangunan infrastruktur di 2021 yang mencapai sebesar Rp 414 triliun.

Anggaran tersebut melonjak tajam dari yang dialokasikan pada tahun ini yang hanya sebesar Rp281,1 triliun.

"Nah kemudian kita lihat nih tahun depan masih susah. Ini yang naik yang paling kenceng adalah pembangunan infrastruktur. Alokasi infrastruktur tertinggi sepanjang sejarah di tengah covid luar biasa," kata dia dalam diskusi, di Jakarta, Kamis (3/9/2020).

Faisal Basri menduga alokasi pembangunan infrastruktur tersebut menjadi fokus penting pemerintah, dibandingkan dengan alokasi kesehatan. Dimana sektor kesehatan sendiri pada 2021 mendatang turun.

"Jadi lebih penting menyelamatkan proyek-proyek infrastruktur ketimbang menyelamatkan nyawa manusia dengan memvaksin kan secara gratis. Ini negara apa ini? Kalau di negara lain pemerintahannya udah jatuh ini kalau begini caranya," kata Faisal Basri.

Seperti diketahui, dalam RAPBN tahun 2021 mendatang pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 414 triliun untuk pembangunan infrastruktur yang utamanya digunakan untuk pemulihan ekonomi, penyediaan layanan dasar, serta peningkatan konektivitas.

Dwi Aditya Putra

Merdeka.com

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

2 dari 2 halaman

Faisal Basri Sebut Pemerintah Tak Paham soal Resesi Ekonomi

Faisal Basri (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Ekonom Senior, Faisal Basri menilai pemerintah saat ini kurang pemahaman mengenai resesi. Bahkan sekelas Menteri Perekonomian, Airlangga Hartarto sebagai komandan ekonomi di Tanah Air tidak paham mengenai itu.

"Menko (Airlangga) aja, pemahaman resesinya nol besar. Kata menko kalau kuartal II minus 5,3 minusnya, terus kuartal III minus 3 persen itu ga resesi. Karena minusnya turun. Ngeri tidak pak? Komandan ekonominya tidak ngerti resesi apa," kata dia dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, di Jakarta, Senin (31/8).

Dia menyampaikan, di dalam buku teks mengatakan resesi terjadi kalau level of output jika Produk Domestik Bruto (PDB) turun selama beberapa waktu tertentu, bisa beberapa bulan, bisa beberapa tahun. Tapi konsensus yang umum di media, kalau dua kuartal pertumbuhan ekonominya berturut turut minus.

"Saya katakan tadi, kata Airlangga kalau minusnya turun tidak resesi, iya tidak ada itu. Itu ketua komite kebijakan. Mahfud MD kemarin bilang 99,9 persen resesi, dia bukan menteri ekonomi, tapi lebih tepat," tegas dia.

Sebelumnya, Faisal memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020 bakal berada di minus 3 persen. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan proyeksi ditetapkan pemerintah dikisaran 0 persen sampai dengan minus 2 pesen.

"Perkiraan saya minus 3 persen (di kuartal III-2020)," kata dia.

Dia menekankan, pemerintah tidak perlu takut dan fokus menghindari resesi yang terjadi. Terpenting saat ini adalah terus brupaya dengan berbagai kebijakan serta mendorong realisasi program pemulihan ekonomi nasional. "Jangan fokus menghindari resesi," singkatnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya