Kemenkes: Obat Herbal Tak Sembuhkan COVID-19 tapi Bisa Ringankan Gejala Penyakit Penyerta

Kemenkes RI mengungkapkan bahwa hingga saat ini obat herbal hanya meringankan gejala. Sementara, obat antivirus untuk COVID-19 masih dalam penelitian

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 06 Agu 2020, 13:18 WIB
Ilustrasi obat herbal (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan peran obat herbal atau tradisional dalam perawatan pasien COVID-19.

Menurut Akhmad Saikhu, Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Badan Litbang Kesehatan Kemenkes mengatakan bahwa COVID-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus.

"Obat satu-satunya adalah antivirus. Sampai saat ini, antivirus tersebut masih dalam proses penelitian," kata Akhmad dalam dialog yang disiarkan dari Graha BNPB, Jakarta pada Rabu kemarin, ditulis Kamis (6/8/2020).

Terkait dengan penggunaan herbal, jejamuan, atau obat tradisional, Akhmad menyatakan bahwa produk-produk tersebut belum terbukti mampu menyembuhkan COVID-19 karena satu-satunya yang bisa menyembuhkan adalah obat antivirus.

Namun, produk herbal tetap bisa digunakan dalam perawatan pasien. "Jamu ini bisa dipergunakan untuk meringankan gejala-gejala penyerta atau penyakit penyerta," Akhmad menambahkan.

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

2 dari 2 halaman

Dipakai untuk Meringankan Gejala

Ilustrasi herbal (iStockphoto)

Berdasarkan data Kemenkes, hipertensi menjadi penyakit yang paling banyak ditemukan pada pasien COVID-19 di Indonesia, diikuti dengan diabetes, jantung, penyakit paru obstruktif kronis, dan sakit ginjal.

"Jamu atau herbal bisa dipakai untuk meringankan gejala-gejala penyakit penyerta tersebut," kata Akhmad.

Ia mengatakan, produk-produk tersebut bersifat meringankan serta mencegah agar penyakit penyerta dan gejalanya menjadi tidak lebih parah.

"Jadi jamu itu bukan untuk menyembuhkan COVID-nya seperti informasi misleading beberapa hari ini."

Selain itu, menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengatakan bahwa suatu obat herbal juga harus tetap melewati rangkaian proses studi dan evaluasi dan harus mendapatkan nomor izin edar dari mereka.

Togi Junice Hutadjulu, Direktur Standarisasi Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif BPOM pada kesempatan yang sama mengatakan bahwa nomor izin edar merupakan jaminan keamanan dan khasiat obat herbal.

"Karena itu masyarakat harus hati-hati. Termasuk dalam kondisi saat ini, banyak tawaran atau endorse, bahwa klaim-klaimnya ini bisa menyembuhkan COVID dan sebagainya," kata Togi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya