Garis Kemiskinan Maret 2020 Naik Jadi Rp 454.652 per Kapita

Beras masih memberi sumbangan terbesar kepada Garis Kemiskinan yakni sebesar 20,22 persen di perkotaan dan 25,31 persen di perdesaan.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Jul 2020, 15:00 WIB
Pemulung berjalan di Jalan Margonda Raya, Depok, Kamis (16/4/2020). Pandemi COVID-19 memberikan dampak yang sangat besar bagi sosial dan ekonomi Indonesia. Bahkan yang paling dikhawatirkan bertambahnya angka kemiskinan dan pengangguran. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka garis kemiskinan pada Maret 2020 sebesar Rp 454.652 per kapita per bulan. Angka ini naik 3,2 persen dari bulan September 2019 yang tercatat Rp 440.538 per kapita per bulan. Sedangkan jika dibandingkan dengan Maret 2019, terjadi kenaikan 6,91 persen.

"Selama September 2019 sampai Maret 2020, garis kemiskinan naik sebesar 3,2 persen," Kata Kepala BPS, Suhariyanto di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Rabu (15/7).

Berdasarkan komponen Garis Kemiskinan (GK) peran komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan dengan komoditi bukan makanan. Besarnya sumbangan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) terhadap GK pada Maret 2020 sebesar 73,86 persen.

Pada Maret 2020, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, pada umumnya hampir sama. Beras masih memberi sumbangan terbesar yakni sebesar 20,22 persen di perkotaan dan 25,31 persen di perdesaan.

Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap GK 12,16 persen di perkotaan dan 10,98 persen di perdesaan. Komoditi lainnya yaitu telur ayam ras 4,30 persen di perkotaan dan 3,72 persen di perdesaan.

Kemudian daging ayam ras 4,13 persen di perkotaan dan 2,43 persen di perdesaan. Mie instan 2,34 persen di perkotaan dan 2,12 di perdesaan.

Lalu, gula pasir 2,05 persen di perkotaan dan 2,92 di perdesaan. Kopi bubuk dan kopi instan (sachet) 1,88 persen di perkotaan dan 1,87 persen di perdesaan.

Sedangkan komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan terbesar baik pada Garis Kemiskinan perkotaan dan perdesaan adalah perumahan,bensin, listrik, pendidikan dan perlengkapan mandi.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 3 halaman

Manipulasi Data di Daerah Hambat Upaya Pengentasan Kemiskinan

Pemulung berjalan di Jalan Cikini Raya, Jakarta, Kamis (16/4/2020). Pandemi COVID-19 memberikan dampak yang sangat besar bagi sosial dan ekonomi Indonesia. Bahkan yang paling dikhawatirkan bertambahnya angka kemiskinan dan pengangguran. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menuding kepala daerah inkumben sebagai penyebab sulitnya pengentasan kemiskinan di Tanah Air.

Sebab, kemiskinan masih menjadi daya tarik untuk mendulang suara saat pemilihan kepala daerah (pilkada).

"Saat jelang Pilkada garis kemiskinan dinaik-naikkan agar bansos banyak. Tetapi saat terpilih garis kemiskinan akan diturunkan," kata Suharso dalam rapat bersama Komisi VIII DPR RI, ditulis Kamis (2/7).

Menurutnya praktik manipulasi garis kemiskinan di daerah bertujuan meningkatkan citra pemimpin setempat. Mengingat turunnya angka kemiskinan dikaitkan dengan prestasi atau capaian kinerja positif selama dijabatnya

Namun, aksi sepihak pemimpin daerah yang mempermainkan angka kemiskinan justru menyulitkan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Sebab, berbagai bantuan yang diguyur pemerintah pusat menjadi tak efektif karena data kemiskinan di daerah tidak valid.

3 dari 3 halaman

Tekan Angka Kemiskinan

Pemulung duduk duduk di trotoar Jalan Margonda Raya, Depok, Kamis (16/4/2020). Pandemi COVID-19 memberikan dampak yang sangat besar bagi sosial dan ekonomi Indonesia. Bahkan yang paling dikhawatirkan bertambahnya angka kemiskinan dan pengangguran. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Maka, Suharso menilai wajar apabila Menteri Sosial Juliari P Batubara akan terus disibukkan dengan berbagai bantuan sosial untuk menekan angka kemiskinan.

Mengingat intervensi pemerintah pusat terkait pengentasan kemiskinan masih bergantung pada data yang diberikan oleh daerah.

Oleh karenanya, pemerintah daerah diminta konsisten untuk melakukan pembaruan data terkait kondisi nyata di lapangan. Sehingga tingkat keparahan atas kemiskinan di sejumlah daerah dapat terukur untuk dikaji lebih detail oleh pihaknya.

"Perumusan APBN dipengaruhi oleh data yang diberikan daerah, daerah yang tidak melakukan update maka tentu pasti terjadi sesuatu di sana. Itu yang menjadi persoalan kita sebenarnya," tukasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya