Pemerintah Diminta Fokus Tangani Virus Corona Ketimbang Perbaiki Kondisi Ekonomi

Pemerintah harus memprioritaskan upaya penanganan penyebaran Virus Covid-19 diberbagai wilayah Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Mar 2020, 14:00 WIB
Pasien yang dinyatakan sembuh dari virus corona memberi salam perpisahan kepada petugas medis di Rumah Sakit Afiliasi Pertama Universitas Zhengzhou, Provinsi Henan, China, Selasa (4/2/2020). Ini adalah pasien pertama yang dinyatakan sembuh dari virus corona di Shaanxi. (Xinhua/Liu Xiao)

Liputan6.com, Jakarta - Analis Valbury Asia Futures, Lukman Leong mengatakan bahwa saat ini pemerintah harus memprioritaskan upaya penanganan penyebaran Virus Covid-19 diberbagai wilayah Indonesia. Karena jauh dianggap jauh lebih penting, dibandingkan terus berkutat pada perumusan kebijakan moneter.

"Prioritas harus upaya penanganan virus Covid-19 sendiri, kalau bicara ekonomi sudah agak susah," kata Lukman saat dikonfirmasi Merdeka.com, Kamis (19/3).

Pasalnya virus Covid-19 sendiri merupakan aktor utama yang mengakibatkan perlambatan ekonomi dunia, sehingga berdampak pada tertekannya ekonomi nasional.

"China terpukul ekonominya, karena belum mampu mencegah penyebaran virus Covid-19," imbuh Lukman.

Sebagai seorang analis Lukman menilai kebijakan moneter yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) justru tidak efektif untuk menggairahkan ekonomi nasional. Karena sifat dari kebijakan moneter dianggap terlalu lama bagi pasar untuk menyerap manfaatnya.

"Tidak bisa dihindari, permasalahan ekonomi terus terjadi. Selama belum ada solusi pasti untuk menekan penyebaran virus Covid-19," pungkasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Rapat Dewan Gubernur BI

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RGD) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (19/12/2019). RDG tersebut, BI memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 5 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 19-20 Februari 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen. Suku bunga Deposit Facility juga turun sebesar 25 bps menjadi 4 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,5 persen.

Bank Indonesia menegaskan kebijakan moneter akan tetap akomodatif dan konsisten dengan prakiraan inflasi yang terkendali dalam kisaran sasaran, stabilitas eksternal yang aman, serta sebagai langkah pre-emptive untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah tertahannya prospek pemulihan ekonomi global sehubungan dengan terjadinya Covid-19.

"Strategi operasi moneter terus ditujukan untuk menjaga kecukupan likuiditas dan mendukung transmisi bauran kebijakan yang akomodatif," tulis BI dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (20/2).

Sementara itu, kebijakan makroprudensial yang akomodatif ditempuh untuk mendorong pembiayaan ekonomi sejalan dengan siklus finansial yang di bawah optimal dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian. Dalam konteks ini, Bank Indonesia akan menyesuaikan ketentuan terkait perhitungan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM).

"Dengan memperluas cakupan pendanaan dan pembiayaan pada kantor cabang bank di luar negeri yang diperuntukkan bagi ekonomi Indonesia."

Kebijakan sistem pembayaran terus diperkuat guna mendukung pertumbuhan ekonomi antara lain melalui perluasan akseptasi QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) serta elektronifikasi bansos dan transaksi keuangan Pemda.

Ke depan, Bank Indonesia akan mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik dalam memanfaatkan ruang bauran kebijakan yang akomodatif untuk menjaga tetap terkendalinya inflasi dan stabilitas eksternal, serta memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi.

Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah dan otoritas terkait terus diperkuat guna mempertahankan stabilitas ekonomi, mendorong permintaan domestik, serta mempercepat reformasi struktural, termasuk dalam memitigasi dampak Covid-19.   

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya