Kilas Balik Runtuhnya Tembok Berlin di Jerman, Warga Rayakan Penyatuan

9 November 1989, perbatasan Berlin Barat dan Berlin Timur dibuka.

Oleh DW.com diperbarui 09 Nov 2019, 12:00 WIB
Bagian dari Tembok Berlin yang digambari graffiti. (AFP)

Liputan6.com, Berlin - Sejak Agustus 1961 sampai November 1989, Tembok Berlin memisahkan kota menjadi dua bagian selama 28 tahun, 2 bulan, dan 27 hari. Gerbang Brandenburg lama menjadi simbol perpecahan Jerman.

Dulunya, lokasi ini tidak bisa dikunjungi warga biasa. Setelah Tembok Berlin dirobohkan pada 9 November 1989, penduduk Jerman sekarang bisa pergi ke mana saja tanpa hambatan. Demikian seperti dikutip dari DW Indonesia, Sabtu (9/11/2019).

Tembok Berlin bukanlah satu dinding, melainkan dua dinding paralel berjarak 100 meter. Di antara kedua dinding itu, ada tanah tak bertuan yang disebut garis kematian.

Segmen Tembok Berlin sepanjang 80 meter, termasuk menara penjaga, direkonstruksi dan sekarang menjadi monumen. Inilah tugu peringatan dan penghormatan kepada para korban yang tewas selama Perang Dunia II di sekitar Tembok Berlin.

Tembok Berlin kini sudah lenyap hampir di seluruh kota. Berlin Timur dan Barat sudah menyatu menjadi ibu kota Jerman dewasa ini. Di pusat Berlin bahkan ada garis yang dibuat dari batu besar untuk menandai di mana Tembok Berlin dulu berdiri.

Simak video pilihan berikut:

2 dari 3 halaman

Pos Pengawasan Checkpoint Charlie

Karya-karya seni eksibisi Art Liberte, eksibisi keliling pertama dalam rangka peringatan 30 tahun runtuhnya tembok Berlin dipamerkan di ruang terbuka Kota Plovdiv, menjelang acara penobatan Plovdiv sebagai Ibu Kota Budaya Eropa (AP)

Checkpoint Charlie dulunya adalah tempat penyeberangan dari Berlin Barat ke Berlin Timur yang paling terkenal. Hanya warga asing dan diplomat yang diizinkan melintasi pos pemeriksaan ini.

Pada Oktober 1961, tak lama setelah Tembok Berlin dibangun, tank-tank Soviet dan Amerika sempat berhadap-hadapan hampir saling serang.

Selain itu, ada pula The Palace of Tears yang menjadi tempat perpisahan yang penuh air mata, saat ratusan orang melintasi pos perbatasan di stasiun Friedrichstrasse untuk meninggalkan Jerman Timur menuju Berlin Barat. Kini pengunjung dapat berjalan melalui bilik asli tempat paspor diperiksa.

Bergeser dari The Palace of Tears, ada Hohenschönhausen, bekas penjara Stasi yang sudah menjadi monumen peringatan bagi para korban kediktatoran komunis sejak 1994.

Pengunjung diberi tahu tentang kondisi tahanan dan metode interogasi di Jerman Timur yang komunis. Pemimpin tur ini adalah mereka yang pernah menjadi narapidana pada masa tersebut.

3 dari 3 halaman

Stasiun Teufelsberg

Blutfahne adalah bendera Nazi Jerman yang disebut-sebut terpercik darah para pejuang Hitler yang tewas saat memberontak melawan pemerintah Jerman sebelum Nazi. (Sumber Wikimedia Commons)

Usai Perang Dunia II, daerah ini digunakan untuk menyimpan puing-puing peperangan yang dikumpulkan di wilayah tertinggi Berlin Barat.

Selama Perang Dingin, Badan Keamanan Nasional AS menggunakan bukit tersebut sebagai stasiun pendengaran. Dari sini, sinyal radio militer dari negara-negara Pakta Warsawa dapat dihadang, dipantau, dan dihentikan.

Selain itu, Bridge of Spies atau Jembatan Glienicke, yang berada tepat di perbatasan, dulunya menjadi tempat pertukaran tahanan antara Barat dan Timur.

Kebanyakan tahanan adalah spion-spion yang tertangkap. Kisah jembatan itu pernah jadi latar belakang film bioskop yang disutradarai Steven Spielberg: "Bridge of Spies."

Ada pula jalur Tembok Berlin yang panjangnya sekitar 160 kilometer. Menghiasi salah satu bagian jalur ini, pemerintah Jepang menyumbangkan sekitar 10.000 pohon sakura "agar membawa kedamaian di hati warga" Berlin.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya