PKS dan Demokrat Bicara soal Dewan Pengawas KPK

PKS juga tidak sepakat izin penyadapan diberikan kepada Dewan Pengawas.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Sep 2019, 20:58 WIB
Anggota DPR RI saat menghadiri rapat paripurna pengesahan pimpinan KPK terpilih periode 2019-2023 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/9/2019). Rapat paripurna pengesahan pimpinan KPK terpilih periode 2019-2023 dipimpin Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Revisi Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah disahkan DPR menjadi undang-undang. Tidak seluruh poin revisi disepakati secara bulat oleh fraksi di DPR. Partai Keadilan Sejahtera (PKS), misalnya, keberatan terkait pemilihan anggota Dewan Pengawas KPK yang mutlak di tangan Presiden.

"PKS menganggap ketentuan tersebut tidak sesuai dengan tujuan awal draf UU KPK, yaitu membentuk Dewas yang profesional dan terbebas dari intervensi," ujar anggota Fraksi PKS Ledia Hanifa dalam sidang paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2019).

Beriringan dengan keberatan itu, PKS juga tidak sepakat izin penyadapan diberikan kepada Dewan Pengawas. Menurut Ledia, harusnya KPK hanya memberikan pemberitahuan tertulis telah melakukan penyadapan.

"Seharusnya KPK cukup memberitahukan, bukan meminta izin kepada Dewas kemudian diiringi dengan monitoring dan audit yang ketat agar penyadapan tidak dilakukan secara semena-mena dan melanggar HAM," ujarnya.

"Karena itu F-PKS menolak pemilihan anggota Dewas yang menjadi hak mutlak DPR serta keharusan KPK dalam meminta izin kepada Dewas dalam rancangan UU KPK," pungkas dia.

Tak hanya PKS, Partai Demokrat juga memberikan catatan pada revisi UU KPK terkait pasal Dewan Pengawas yang dipilih oleh Presiden. Demokrat ingin Dewan Pengawas dipilih melalui panitia seleksi (pansel).

"Ya tentunya mekanismenya sebaiknya itu melalui pansel, pansel namanya ke Presiden, Presiden nantinya kembalikan ke DPR, DPR balik lagi ke Presiden, mekanisme sama dengan yang lain-lain," kata Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2019).

Syarief mengatakan, bisa saja lima anggota Dewan Pengawas itu diisi dari berbagai macam elemen. Mulai dari anggota DPR, masyarakat sipil, hingga orang pilihan Presiden.

"Itu juga bisa menjadi satu pemikiran, jadi dari lima itu, mungkin dua dari DPR, satu dari masyarakat, dua dari presiden, jadi banyak, yang jelas satu persamaan, unsur masyarakat, kemudian DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat yang bisa mengawasi," ungkapnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Tak Ada Pelemahan

Sebelumnya, Fraksi Partai Demokrat menyampaikan pandangan fraksi terhadap revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mereka mendukung secara prinsip revisi UU KPK dengan catatan.

"Pada prinsipnya Fraksi Demokrat mendukung perubahan kedua UU 30/2002 tentang KPK, dengan catatan tak ada unsur pelemahan upaya pemberantasan korupsi dan KPK," ujar anggota fraksi Demokrat, Erma Ranik dalam sidang paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/9).

Demokrat memberikan catatan khusus terkait Dewan Pengawas. Demokrat mengingatkan supaya tidak ada penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden. Hal ini karena kewenangan menunjuk anggota Dewan Pengawas KPK sepenuhnya di pemerintah.

"Fraksi Demokrat mengingatkan abuse of power apabila dewan pengawas dipilih Presiden," ujar Erma.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi dan Sania Mashabi

Sumber: Merdeka.com

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya