Membaca Arah Politik Demokrat, Tak Ambil Jalan Tengah Lagi?

Jalan tengah dianggap tak menguntungkan, diamini oleh kader senior Demokrat, yang kini juga duduk sebagai Ketua Dewan Kehormatan Partai, Amir Syarifuddin.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 02 Mei 2019, 16:25 WIB
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) bersama Hinca Panjaitan jelang melakukan pertemuan dengan Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan di DPP Partai Demokrat, Jakarta, Rabu (13/9). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Partai Demokrat kini menjadi sorotan, soal keberadaannya di koalisi Adil-Makmur bentukan Gerindra, PKS, dan PAN, yang mengusung Prabowo-Sandiaga. Sinyal-sinyal Demokrat 'tak nyaman' di koalisi memang terlihat sejak awal. Dimana sejumlah kadernya justru mendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf.

Bahkan, jelang pencoblosan 17 April 2019, Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan tegas menuturkan Pilpres dan Pileg kali ini, tak menguntungkan bagi partainya.

Hal itu terbukti, selain tak dapat kursi Cawapres untuk bersanding bersama Prabowo, dari beberapa hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei dan hasil sementara rekapitulasi KPU, suara Demokrat menurun dari hasil Pilpres 2014 lalu.

Hasil inilah yang membuat partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu diprediksi akan mengambil jalan lain untuk mengaruhi politik lima tahun ke depan. Yaitu disebut tak akan mengambil langkah berada di jalan tengah.

"Jalan tengah cenderung tak menguntungkan Demokrat. Karena sikap politiknya dianggap 'kurang jelas', di tengah keterbelahan rakyat. Pilihannya ada dua menjadi oposan atau pemerintah, itu saja opsinya. Karena pilihan di tengah tak populer," kata pengamat politik Adi Prayitno kepada Liputan6.com, Kamis (2/5/2019).

Adi memandang, usai berkoalisi dengan Prabowo-Sandiaga dianggap tak membuahkan hasil bagi partai berlambang bintang mercy itu. Bisa saja Demokrat akan mencari peluang bersama koalisi Jokowi-Ma'ruf.

"Masih terbuka lebar bagi Demokrat berkoalisi dengan Jokowi. Cuma Demokrat posisinya pasti lebih menunggu, bukan menawarkan diri. Karena apapun, Demokrat masih menjaga marwah partainya yang tak mungkin menawarkan diri ke pemerintah," tutur Adi.

Bak gayung bersambut, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding, memberi sinyal bisa saja membuka peluang kepada Demokrat untuk bersama-sama di koalisi. Salah satunya, kata dia, banyak kesamaan antara TKN dan Demokrat selama ini. 

"Baju kami berbeda dengan Demokrat sepanjang pilpres. Tapi hati kami sama yang ingin Indonesia dibangun dengan semangat yang tidak sempit dan tak eksklusif. Dengan semangat yang sama itu kami optimistis bahwa kesatuan TKN dan Demokrat ini bisa berkembang ke arah yang lebih jauh," kata Karding kepada Liputan6.com.

Dia pun mengingatkan, dengan banyaknya partai berkoalisi dengan Jokowi, menandakan ada komunikasi politik yang baik, yang tengah dibangun.

"Ini menunjukkan Jokowi pemimpin yang mudah komunikasi dengan semua pimpinan partai. Jokowi menunjukkan bahwa kepentingan bangsa di atas segalanya," jelas Karding.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Demokrat Buka Peluang

Ketum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) salam komando dengan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto usai menggelar pertemuan di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Jumat (21/12). Pertemuan membahas Pemilu 2019. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Jalan tengah dianggap tak menguntungkan, diamini oleh kader senior Demokrat, yang kini juga duduk sebagai Ketua Dewan Kehormatan Partai, Amir Syarifuddin.

Dia menuturkan, dengan hal ini, peluang berkoalisi dalam menempuh politik lima tahun ke depan, bisa saja terjadi.

"Ya kemungkinan itu sangat terbuka. Sangat terbuka," ungkap Amir kepada Liputan6.com.

Namun, dirinya tak mau mengungkapkan akan berlabuh kemana Demokrat nanti. Apakah disamping Prabowo-Sandiaga atau merapat ke Jokowi-Ma'ruf.

"Kita tunggu saja sampai proses Pemilu rampung. Setelah selesai, harapan kita semua berjalan damai dan seluruh proses sudah final. Disaat seperti itulah baru relevan baru kita bicara," pungkasnya.

 

* Ikuti Hitung Cepat atau Quick Count Hasil Pilpres 2019 dan Pemilu 2019 di sini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya