Jaga Ekspor RI, Pengusaha Minta Pemerintah Perkuat Kerja Sama Perdagangan

Iklim perdagangan saat ini dinilai tidak kondusif. Hal itu berdampak pada ekspor Indonesia yang menjadi kian sulit berkembang.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Mar 2019, 19:30 WIB
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (25/10). Kebijakan ISRM diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pelayanan dan efektifitas pengawasan dalam proses ekspor-impor. (Liputan6.com/Immaniel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Iklim perdagangan saat ini dinilai tidak kondusif. Hal itu berdampak pada ekspor Indonesia yang menjadi kian sulit berkembang.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, Adhi S. Lukman mengatakan, saat ini banyak negara yang menjadi tujuan ekspor tengah melakukan proteksionisme menyusul ada perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China hingga geopolitikal lainnya yang turut mempengaruhi perekonomian global.

"Sekarang konstelasi perdagangan sudah berubah, kita persaingan sudah semkain ketat dan tajam dengan adanya perang dagang, kemudian politik Korea Selatan dan sebagainya. Sekarang bikin semua negara proteksi masing-masing ingin selamatkan diri sendiri," kata dia dalam sebuah acara diskusi di Kawasan Kebon Sirih, Jakarta, Rabu (27/3/2019).

Bahkan, lanjutnya, beberapa negera tetangga di ASEAN saja saat ini sudah menerapkan proteksi ditandai dengan terbitnya kebijakan Special Safeguard (SSG) oleh Filipina. Kebijakan tersebut membuat perdagangan semakin terhambat.

"Saat ini malah spirit ASEAN bersatu semakin hilang," ujar dia.

"Di dunia juga demikian, mulai dari hambatan standar label, apalagi industri makanan dan minuman penuh syarat aturan. Ini semua masing-masing negara cari celah, masing-masing menghambat. Ini sebetulnya yang sudah deglobalisasi menurut saya," dia menambahkan.

Oleh karena itu, dari sudut pandang pengusaha memandang perlunya pemerintah untuk segera menyiapkan strategi menyerang dalam menghadapi berbagai kebijakan proteksionisme yang dilakukan berbagai negara tersebut.

Dia mengatakan, strategi menyerang tersebut adalah dengan terus memperkuat kerja sama perdagangan seperti Prefential Trade Agreement (PTA) dan Free Trade Agreement (FTA).

"Kita harus melakukan strategi menyerang, kita harus PTA misalnya, FTA, tapi PTA ini harus segera di intensifkan. Kita sudah ada di inisiasikan Kemendag tapi kita masih jauh dari Thailand, Vietnam yang dia sudah jadi macan Asian baru, baik investasi maupun ekspornya. Ini harus kita benahi," ujarnya.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

2 dari 2 halaman

Jaga Hubungan Baik dengan Mitra Dagang Utama

Ratusan peti kemas di area JICT Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (18/10). Secara kumulatif, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Januari-September 2016, nilai ekspor sebesar US$ 104,36 miliar, turun 9,41% (yoy). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Selain itu, pemerintah juga harus mampu untuk terus menjaga hubungan baik dalam hal perdagangan dengan negara-negara mitra dagang utama, seperti Amerika Serikat, China, Jepang, Korea Selatan, ataupun negara-negara Eropa.

Hal tersebut untuk mencegah negara itu mempersulit masuknya barang atau komoditas asal Indonesia sehingga ekspor bisa terus berlanjut.

Beberapa hambatan tersebut disebutkannya seperti ancaman pencabutan Generalized System of Preferences (GSP) oleh Amerika Serikat untuk produk dari Indonesia.

Sementara itu, untuk negara-negara pasar non-tradisional atau bukan merupakan mitra dagang utama, maka intensifitas kerja sama harus semakin ditingkatkan.

Pemerintah juga harus lebih aktif lagi membuka pasar-pasar baru tujuan ekspor terutama untuk negara-negara kawasan Afrika maupun Amerika Latin yang masih memberikan tariff bea masuk untuk produk-produk ekspor Indonesia sebesar 30 persen.

"Negara tetangga kita bisa jauh lebih rendah karena pendekatannya lebih baik, Thailand, Filipina, Vietnam. Di Kementerian Perdagangan harus ada tim fokus yang di sana datang-datang ke negara lain. Tapi saya ingin garis bawahi bahwa kita harus mendorong semangat ASEAN ini, Ini Special Safeguard dari Filipina ini menggangu sekali, sehingga harus bisa cepat di negosiasikan," ujar dia.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya