Lagi, Bocah Imigran Amerika Tengah Tewas dalam Tahanan di Perbatasan AS - Meksiko

Seorang bocah dari Guatemala meninggal dalam tahanan pemerintah Amerika Serikat di perbatasan AS-Meksiko.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 26 Des 2018, 18:06 WIB
(ilustrasi) Imigran menghindari gas air mata petugas patroli perbatasan AS di dekat pagar pembatas antara Meksiko dan Amerika Serikat di Tijuana, Meksiko (25/11). Walikota Tijuana telah menyatakan krisis kemanusiaan di kota perbatasannya. (AP Photo/Ramon Espinosa)

Liputan6.com, Texas - Seorang bocah laki-laki berusia delapan tahun dari Guatemala, Amerika Tengah meninggal dalam tahanan pemerintah Amerika Serikat di perbatasan AS-Meksiko pada 25 Desember 2018, kata pihak imigrasi.

Anak itu diketahui bernama Felipe Alonzo-Gomez, kata seorang anggota legislator Negara Bagian Texas yang berbatasan dengan Meksiko, seperti dikutip dari BBC, Rabu (26/12/2018).

Bocah itu meninggal tak lama setelah tengah malam pada 25 Desember, kata Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP).

Dalam sebuah pernyataan sehari sebelum kematian Felipe, CBP pada Senin 24 Desember mengatakan anak berusia delapan tahun itu sempat memperlihatkan "tanda-tanda berpotensi mengidap suatu penyakit."

Dilaporkan bahwa ia dan ayahnya dibawa ke rumah sakit di Alamogordo, New Mexico (negara bagian AS yang berbatasan dengan Meksiko), tempat bocah itu didiagnosis menderita pilek dan demam, diberi resep amoksisilin dan ibuprofen, dan dilepaskan pada Senin sore.

Dia kembali ke rumah sakit pada Senin malam setelah mulai muntah dan meninggal di sana hanya beberapa jam kemudian, tengah malam 25 Desember, demikian ditambahkan pernyataan itu.

CBP mengatakan penyebab kematian belum ditentukan, dan bahwa inspektur jenderal Kementerian Keamanan Dalam Negeri (DHS) dan pemerintah Guatemala telah diberitahu.

Kasus Sebelumnya

Ini adalah kedua kalinya bulan ini seorang anak imigran dari Amerika Tengah meninggal ketika ditahan setelah melintasi perbatasan AS-Meksiko.

Sebelumnya, Jakelin Caal yang berusia tujuh tahun, juga dari Guatemala, meninggal hanya beberapa jam setelah ditahan pada 8 Desember 2018. Saat dalam tahanan, Jakelin mengalami demam tinggi dan meninggal karena gagal hati beberapa hari kemudian.

The Washington Post, yang pertama kali melaporkan kematiannya, mengutip para pejabat perbatasan mengatakan bahwa dia telah meninggal karena gagal hati yang disebabkan oleh dehidrasi dan syok, dan bahwa dia "dilaporkan tidak makan atau mengkonsumsi air selama beberapa hari". Jakelin juga memiliki suhu tubuh 40,9 C.

Anggota kongres Texas, Joaquin Castro, menyerukan penyelidikan kongres atas kematian bocah-bocah itu.

"Kita harus memastikan bahwa kita memperlakukan para migran dan pencari suaka dengan martabat dan memberikan perawatan medis yang diperlukan kepada siapa pun dalam tahanan pemerintah Amerika Serikat," katanya.

"Kebijakan pemerintah untuk memalingkan orang dari titik masuk yang legal, menempatkan keluarga dan anak-anak dalam bahaya besar."

Ribuan migran telah melakukan perjalanan dari Amerika Tengah ke perbatasan AS.

Para migran mengatakan mereka melarikan diri dari penganiayaan, kemiskinan dan kekerasan di negara asal mereka di Guatemala, Honduras dan El Salvador.

Banyak dari mereka mengatakan tujuan mereka adalah menetap di AS meskipun ada peringatan dari pejabat AS bahwa siapa pun yang ditemukan memasuki negara itu secara ilegal akan menghadapi penangkapan, penuntutan, dan deportasi.

 

Simak video pilihan berikut:

 

2 dari 2 halaman

Krisis di Perbatasan

Gas air mata ditembakan petugas patroli perbatasan AS untuk membubarkan para imigran Amerika Tengah yang sebagian merupakan penduduk Honduras di perbatasan antara Meksiko dan AS di Tijuana, Meksiko (25/11). (AFP Photo/Guillermo Arias)

Krisis di perbatasan AS-Meksiko sudah berjalan tinggi sejak kedatangan ribuan migran Amerika Tengah dalam beberapa minggu terakhir.

Bulan lalu, agen perbatasan AS menggunakan gas air mata pada kerumunan migran, termasuk anak-anak, mencoba untuk menyeberangi perbatasan.

Agen mengatakan bahwa personel telah diserang dan dipukul oleh batu.

Namun, para kritikus menuduh pemerintahan Trump memberikan tanggapan kejam, sementara Meksiko menuntut penyelidikan atas insiden itu.

Para migran telah melakukan perjalanan dalam kelompok besar, dijuluki "rombongan karavan". Mereka berjalan lebih dari 4.000 km (2.500 mil) dari Amerika Tengah.

Di antara mereka ada banyak keluarga dengan anak kecil.

Presiden Donald Trump telah berjanji untuk menjaga setiap migran di sisi perbatasan Meksiko sampai pengadilan memutuskan kasus mereka, yang berarti beberapa orang menghadapi penantian panjang.

Mereka telah menghabiskan waktu di tempat penampungan sementara di kota perbatasan Meksiko Tijuana dan di Mexicali, 180 km ke timur.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya