Yenny Wahid: Perempuan Tidak Independen Mudah Diajak Suami Radikal

Perempuan yang terlibat terorisme ini berperan langsung di garda terdepan

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Mei 2018, 07:35 WIB
Perempuan Mak Comblang ISIS, Sosok di Balik 'Pengantin Teroris' (Daily Mail)

Liputan6.com, Jakarta Bom yang meledak di Surabaya dalam dua hari terakhir yaitu pada Minggu 13 dan Senin 15 Mei 2018 tak hanya melibatkan teroris laki-laki, tapi juga perempuan. Bahkan saat aksi bom bunuh diri di gereja, seorang ibu meledakkan diri bersama dengan dua orang anak perempuannya.

Keterlibatan perempuan dalam aksi teror ini mengagetkan publik. Namun menurut Direktur The Wahid Institute, Yenny Wahid, perempuan sudah masuk jaringan teroris sejak lama. Ia menyebut istri Noordin M Top juga sangat aktif membantu suaminya mempersiapkan aksi teror.

"Sekarang kita terkaget-kaget perempuan bisa direkrut. Perempuan masuk dalam jaringan teroris sudah lama," jelas Yenny dalam diskusi di Kantor The Wahid Institute, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa 15 Mei 2018.

Hanya saja kali ini perempuan yang terlibat terorisme ini berperan langsung di garda terdepan sebagai pengantin bom bunuh diri. "Perannya langsung di depan atau central stage (titik sentral)," ujarnya.

Sebelum menjadi peran sentral dalam aksi teror, teroris perempuan berperan sebagai perekrut. Mereka mengajak orang menjadi pengantin bom bunuh diri.

"Perempuan bisa jadi agen rekrutmen yang begitu canggih dan jadi fund raiser (pencari dana) dan logistic organizer. Kalau mau penyerangan mereka yang sewa mobil atau motor, beli ini itu dan bisa juga beli bahan-bahan bom dan keempat baru jadi eksekutif. Semua bisa dimainkan perempuan," jelasnya.

 

2 dari 2 halaman

Loyal Pada Suami

Tumpukan kendaraan yang hancur diterjang bom Surabaya (Merdeka.com/Ahda Bayhaqi)

Masuknya perempuan dalam gerakan terorisme ini juga dipengaruhi faktor loyalitas kepada suami. Loyalitas ini kemudian yang dieksploitasi para lelaki radikal. Perempuan yang tak memiliki independensi dan otonomi dalam pengambilan keputusan gampang terpapar gerakan radikal.

"Perempuan yang tidak independen dan tidak memiliki otonomi, di mana dalam pengambilan keputusan tergantung suami lebih mudah diradikalisasi. Istrinya tak mau membantah karena patuh sama suami," jelasnya.

"Semakin independen perempuan dalam pengambilan keputusan menyangkut dirinya dan tidak hanya mengikuti kata suami, semakin dia punya kemampuan jadi bumper jika suatu saat suami mengajaknya jadi radikal. Independensi perempuan mutlak dalam hal ini," tandas Yenny.

Reporter: Hari Ariyanti

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya