Menhan Minta Kasus Helikopter AW 101 Diproses Profesional

Ryamizard sepenuhnya menyerahkan penanganan kasus Helikopter AW 101 sepenuhnya kepada KPK dan Panglima TNI.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Feb 2018, 06:03 WIB
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dan jajarannya mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di Senayan, Jakarta, Selasa (3/10). Raker membahas ratifikasi perjanjian pertahanan antara Indonesia dengan Papua Nugini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu meminta kasus korupsi pengadaan Helikopter AW 101 diproses secara profesional. Dia mempersilakan POM TNI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan penanganan perkara tersebut.

"Bukan dihentikan, yang profesional saja. Salahnya apa, jangan diperberat, kalau salahnya sedikit ya‎ sedikit," kata Ryamizard di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 1 Januari 2018.

Ryamizard sepenuhnya menyerahkan penanganan kasus Helikopter AW 101 sepenuhnya kepada KPK dan Panglima TNI. Dia berharap KPK dan pihak POM TNI adil memutuskan perkara tersebut. 

"Tanya Panglima. Saya rasa tidak terlalu digadang-gadang begitu amat ya, kasihan Pak Agus (mantan KSAU Agus Supriatna)," ucap Ryamizard seperti dilansir dari Antara.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan pemilik PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka korupsi pengadaan Helikopter AW-101. Perbuatan Irfan diduga merugikan negara hingga Rp 224 miliar.

2 dari 2 halaman

4 Tersangka TNI

Penampakan Helikopter Agusta Westland 101 (AW-101) yang diperiksa penyidik KPK dan POM TNI yang berada di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta (24/8). KPK dan POM TNI melakukan pengecekan fisik Helikopter AW 101. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Dalam proses lelang proyek tersebut, Irfan diduga mengikutsertakan dua perusahaan miliknya, PT Diratama Jaya Mandiri dan PT Karya Cipta Gemilang. Hal tersebut terjadi pada April 2016 lalu.

Sebelum proses lelang, Irfan diduga sudah menandatangani kontrak dengan AW sebagai produsen helikopter dengan nilai kontrak US$ 39,3 juta atau sekitar Rp 514 miliar.

Saat PT Diratama Jaya Mandiri memenangkan proses lelang pada Juli 2016, Irfan menandatangani kontrak dengan TNI AU senilai Rp 738 miliar.

Empat tersangka lainnya merupakan anggota TNI yaitu Kepala Unit Layanan Pengadaan (KULP) TNI AU berinisial FTS, Perwira Marsma FA dan Letkol WW, serta seorang bintara tinggi Pelda SS.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya