Data Beras Beda, Kebijakan Peta Tunggal Segera Meluncur

Dengan peta terintegrasi di berbagai sektor ini, diharapkan mampu menjadi referensi dalam mengambil kebijakan strategis pemerintah.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 13 Jan 2018, 17:00 WIB
Seorang kuli angkut memanggul beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Senin (25/9). Penetapan HET beras kualitas medium zona Sumatera, NTT serta Kalimantan Rp 9.950 dan 13.300 per kilogram untuk kualitas premium. (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Liputan6.com, Jakarta Pemerintah akan merilis kebijakan satu peta (one map policy) pada 18 Agustus 2018. Dengan peta terintegrasi di berbagai sektor ini, diharapkan mampu menjadi referensi dalam mengambil kebijakan strategis sehingga tidak ada lagi perdebatan data pangan, termasuk produksi beras.  
 
"Memang (perbedaan data) harus kita selesaikan. Makanya kami sedang menyelesaikan one map policy dan akan di-launching 18 Agustus ini," tegas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, seperti dikutip Sabtu (13/1/2018). 
 
 
Dengan peta tunggal ini, kata dia, pemerintah harus mengacu pada satu data yang sudah disusun dalam one map policy. Termasuk mengenai data pangan, seperti produksi beras yang saat ini tengah diperdebatkan lantaran ada perbedaan data Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan terkait impor beras. 
 
"Semua data mengenai apa pun di pemerintah harus menggunakan basis yang sama. Petanya ada juga yang termasuk sawah. Jadi, bagaimana menyelesaikannya (perbedaan data)? Jawabannya dengan one map policy," paparnya. 
 
 
 
 
2 dari 2 halaman

Data Tidak Kredibel

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) akhirnya memutuskan untuk membuka keran impor beras. Padahal, sebelumnya Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan jika stok beras mencukupi bahkan suplus sehingga tidak perlu impor.
 
Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, dengan dibukanya keran impor beras ini membuktikan jika data yang selama ini dimiliki oleh pemerintah terkait dengan stok beras tidak kredibel.
 
"Ada misskoordinasi juga di internal pemerintah antara Menteri Pertanian dan Bulog," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.
 
Selain itu, lanjut Bhima, dibukanya keran impor beras khusus sebanyak 500 ribu ton ini juga menjadi bukti kegagalan Kementan dalam menjaga produksi beras di dalam negeri. Akibatnya, pasokan beras di pasaran menurun dan membuat harga melambung.
 
"Kesalahan ada di Kementan. Bukti kegagalan Kementan dalam menjaga pasokan dan produksi beras di tingkat petani," tandas dia.
 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya