Cara Kreatif Pengungsi Gunung Agung Hilangkan Kejenuhan

Sudah dua bulan lebih I Nyoman Suardika mengungsi. Bersama keluarganya, ia menjauh sementara dari Gunung Agung.

oleh Dewi Divianta diperbarui 09 Des 2017, 15:03 WIB
(Liputan6.com/Dewi Divianta)

Liputan6.com, Denpasar - Sudah dua bulan lebih I Nyoman Suardika mengungsi. Bersama keluarganya, ia menjauh sementara dari Gunung Agung. Iya, ia harus meninggalkan rumahnya di Banjar Kesimpang, Desa Besakih, Karangasem sejak 20 September 2017. Kini ia menjadi pengungsi di Posko UPT Kecamatan Rendang.

Sesekali Suardika pamit kepada petugas pos di pengungsian untuk sekadar mengecek kondisi rumahnya yang masuk dalam zona Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Agung. Selebihnya, ia hanya menghabiskan hari-hari di pengungsian.

Foto dok. Liputan6.com

Hari demi hari berlalu. Berada di pengungsian rupanya membuat Suardika jenuh. Ia memutar otak, mencari cara mengusir kejenuhan. Ide itu datang. Ia memilih berjualan dan membuka jasa potong rambut. Selain mengusir kejenuhan, aktivitasnya itu pun mendatangkan uang.

"Awalnya saya bingung mau ngapain. Bosan sekali di sini. Tapi, saya akhirnya dapat ide buka usaha di sini. Cukur rambut dan jual kacamata," kata dia saat ditemui di pos pengungsian UPT Pertanian Rendang, Jumat (8/12/2017).

Suardika sadar pembeli kacamata dan mereka yang memangkas rambut di tempat usahanya adalah sesama pengungsi. Untuk itu, ia tak mematok besaran tarif. "Karena sama-sama pengungsi, jadi bayarnya seikhlasnya saja," katanya.

Ia berharap para relawan yang banyak berseliweran di lokasi bisa mempromosikan usaha para pengungsi di sini. Bukan hanya dirinya, ada banyak pengungsi lainnya yan kreatif meski dalam situasi terdesak.

Foto dok. Liputan6.com

"Semoga ada relawan yang datang dan membantu mempromosikan usaha kami. Kita di sini (pengungsian) tidak ada yang malas. Hampir setiap tenda kita ada kegiatan. Ada yang berjualan sembako, tukang cukur dan lainnya," tutur dia.

Di lokasi yang sama, I Nyoman Sudiarta mengajak anak-anak pengungsi untuk belajar gamelan. Dengan sabar, ia mengajari anak-anak dan ibu-ibu memainkan alat musik gamelan.

"Di sini saya ajak mereka berlatih gamelan biar tidak jenuh. Saya sebenarnya juga tidak bisa. Hanya otodidak saja," kata dia.

Menurutnya, mengajak anak pengungsi bermain gamelan adalah obat paling baik untuk menghibur mereka. "Selain itu, biar mereka juga tetap bisa menabuh gamelan. Biasanya kalau tidak mengungsi mereka juga berlatih. Agar tidak lupa selama mereka mengungsi," ucap dia.

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya