Eksotika Pulau Run dalam Goresan Apik Made Wianta

Perupa Made Wianta menggelar pameran bertajuk Run for Manhattan di Ciptadana Art Centre.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 24 Nov 2017, 18:00 WIB
Made Wianta dan istrinya Intan Wianta di sela-sela acara jumpa pers pameran seni lukis bertajuk "Run for Manhattan" yang digelar di Ciptadana Art Space, Jakarta. Foto: Ahmad Ibo/ Liputan6.com.

Liputan6.com, Jakarta Seniman serba bisa asal Bali, Made Wianta menggelar pameran tunggal bertajuk “Run for Manhattan. Pameran ini digelar untuk memperingati Perjanjian Breda, yang berisi kesepakan antara Inggris dan Belanda menukar pulau Run di Laut Banda dengan Pulau Manhattan di Pantai Timur Amerika Utara

Di mata Wianta, perjanjian tersebut ibarat lelucon kosmik surealis, karena Manhattan selalu merupakan fokus yang luar biasa penting untuk kekayaan dan kekuasaan, sedangkan Run, yang dahulu pernah jadi kepingan berharga, kini hanyalah sebuah kolam kecil yang ditinggalkan.

Namun pameran ini lebih dari sekadar pernyataan getir tentang absurditas politik kekuasaan internasional, tapi juga merangkul seluruh periode karya kreatif Wianta, memamerkan jangkauan bakat dan visi artistiknya yang sangat luas.

Emmo Italiaander, Kreatif Director yang juga kurator dalam pameran ini, Jumat (24/11/2017) mengatakan, dalam filosofinya, made Wianta bukanlah orang yang goal oriented, dia selalu terlibat dalam proses. Jadi pameran ini adalah sinergi antara saya dan keluarga Wianta. Buat saya ini adalah masterpiece, mewakili semua periode Wianta selama 40 tahun.

“Kita beruntung sekali punya seniman yang sangat produktif, jadi kita punya luxury untuk bisa melakukan hal seperti ini. Ini proses cinta, money its not number one,” ungkap Emmo.

Keluarga Wianta sendiri punya keterkaitan khusus dengan Pulau Run. Istri Made Wianta, Intan Wianta menceritakan, Pulau Run merupakan salah satu kebesaran yang dimiliki Indonesia, yang beratus-ratus tahun tertimbun dan tidak ada yang mengangkatnya kembali. Wianta ingin mengeksplorasi sejarah ini tapi dengan caranya sendiri, yaitu dengan seni.

“Sekitar enam tahun lalu kita berkunjung ke Pulau Run, bagaimana pun pulau itu cantik sekali. Pak Wianta ke sana terutama ingin meneliti apa yang menyebabkan pertukaran pulau itu ternyata adalah pala. Proses kita ke sana juga dijadikan lukisan sama pak Wianta,” ungkap Intan.

 

Foto: Ahmad Ibo/ Liputan6.com.
2 dari 2 halaman

Periodesasi Made Wianta

Foto: Ahmad Ibo/ Liputan6.com.

Dalam goresannya, Wianta tetap mempertahankan sejumlah elemen lukisan tradisional Bali, dan menciptakan ruang piktoral baru yang sama sekali berbeda dari figur figuratif lukisan tradisional Bali. Dirinya selalu menggunakan tematis dalam ekspresi geometrisnya, yaitu menggunakan dan memanipulasi bentuk untuk mengekspresikan pandangannya tentang masyarakat.

Wianta mengklasifikasikan karyanya dalam beberapa periode, yaitu periode karangasem, periode titik, periode segi empat, periode segitiga, periode perakitan, periode kaligrafi, periode kalender, dan periode media campuran.

Pameran Run fo Manhattan sendiri merupakan bagian dari Ciptadana Art Program, yang digelar mulai hari ini 24 November hingga 8 Desember mulai pukul 9 pagi hingga pukul 5 sore di Ciptadana Art Space, Plaza Asia, Jakarta.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya